KedaiPena.com – Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menepis pernyataan bahwa realisasi penyertaan modal asing (PMA) mencapai Rp 421,7 triliun pada semester I-2024, adalah karena melemahnya nilai tukar Rupiah.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan besaran ini mencapai 50,8 persen dari total realisasi investasi, Rp829,9 triliun. Realisasi PMA ini tumbuh double digit, yakni 16,1 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Ia menjelaskan bahwa kenaikan realisasi PMA ini tidak ada kaitannya dengan pelemahan kurs Rupiah yang terjadi belakangan ini.
Bahlil menegaskan bahwa pengaruh pelemahan kurs dengan nominal realisasi investasi asing ini tidak lah signifikan.
“Apa kenaikan itu karena rupiah saya pikir gak signfinikan lah. Tidak ada pengaruhnya pada kenaikan PMA,” kata Bahlil, dalam konferensi pers, Senin (29/7/2024).
Dipaparkan, secara lokasi, PMA pada semester I-2024 mengalir terbanyak ke Jawa Barat dengan 5,3 miliar Dollar Amerika dan Sulawesi Tengah 3,9 miliar Dollar Amerika. Posisi ketiga adalah DKI Jakarta 3,4 miliar Dollar Amerika dan posisi keempat, Maluku Utara 2,8 miliar Dollar Amerika. Posisi kelima ditempati oleh Banten dengan 2,4 miliar Dollar Amerika.
Sementara untuk asal investasi, Singapura berada di posisi pertama dengan 8,9 miliar Dollar Amerika, disusul China 3,9 miliar Dollar Amerika dan Hong Kong 3,8 miliar Dollar Amerika.
Berikutnya, ada Amerika Serikat dengan nilai investasi 2 miliar Dollar Amerika dan kelima, Jepang dengan 1,8 miliar Dollar Amerika.
Untuk periode ke II-2024, PMA tercatat masuk terbanyak ke Jawa Barat sebesar 2,5 miliar Dollar Amerika dan Sulawesi Tengah 2,1 miliar Dollar Amerika. Diikuti oleh DK Jakarta dan Maluku dengan nilai PMA 1,8 miliar Dollar Amerika. Berikutnya adalah Banten dengan nilai 1,3 miliar Dollar Amerika.
Dari sisi negara asal investasi, Singapura masih berada di posisi pertama dengan 4,6 miliar Dollar Amerika pada kuartal II-2024. Posisi kedua adalah China dengan 2 miliar Dollar Amerika dan ketiga, HongKong sebesar 1,9 miliar Dollar Amerika.
Laporan: Ranny Supusepa