KedaiPena.Com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut bersama perwakilan kelompok nelayan, mayarakat, Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI) melakukan deklarasi bersama menolak energy kotor batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Langkat, Selasa (16/5).
Acara deklarasi dilaksanakan di desa lubuk kertang Kabupaten Langkat bersamaan dengan pengukuhan status dan pengelola hutan kemasyarakat kelompok lestari mangrove. Deklarasi ini sebagai wujud penolakan penggunaan batubara untuk PLTU pangkalan susu yang memunculkan banyaknya persoalan ekonomi, social dan linkungan yang terjadi di sekitar daerah operasi PLTU.
PLTU pangkalan susu yang beroperasi diduga melakukan kegiatan bongkar muat batubara di laut secara tidak professional. Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Utara Dana Tarigan mengatakan bahwa diduga banyak tumpahan batubara di laut saat dilakukan bongkar muat dari kapal induk ke kapal kecil untuk di bawa ke PLTU.
“Bongkar muat batubara dilakukan di area yang selama ini menjadi wilayah kelola atau wilayah tangkap nelayan tradisional, jadi nelayan sangat terganggu akibat parkirnya kapal besar pengangkut batubara tersebut, kita juga khawatir proses bongkar muat batubara tersebut banyak tertumpah dan akan menyebabkan pencemaran berat jika terjadi dalam waktu yang lama,†kata Dana.
Dikatakan, pencemaran lingkungan dari asap yang dibuang melalui cerobong PLTU tersebut juga sangat mengkhawatirkan, karena jika terjadi dalam waktu yang lama, akan mencemari lingkungan dan menggangu kesehatan masyarakat sekitar.
Jemaah, salah satu masyarakat terdampak dari desa Sei Siur Langkat mengungkapkan, hasil tangkapan masyarakat sekitar sangat berkurang setelah beroperasinya PTLU khususnya bongkar muat batubara dilaut.
“Miasanya nelayan kecil bisa memperoleh Rp100.000 sampai dengan Rp140.000 perhari, tapi sekarang dapatnya Rp50.000 saja sudah syukur pak,†katanya.
Jemaah mengatakan, saat ini nelayan mencari pekerjaan alteratif lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dia juga menyebut bahwa tambak udang masyarakat juga kini panen lebih cepat tetapi kecil-kecil dan mereka mencurigai akibat pencemaranyang terjadi.
Dalam deklarasi tersebut, Walhi Sumut juga menyerukan agar keberadaan PLTU Pangkalan Susu ditinjau kembali, khususnya mengenai penggunaan dan bongkar muat batubara. Walhi Sumut juga menekankan bahwa Kabupaten langkat sebenarnya memiliki potensi energy terbarukan yang besar, dari cahaya matahari dan angin, namun tidak dimanfaatkan malah pesisir langkat kedatangan pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan bahan bakar batu bara yang terbukti kotor.
Sebagai catatan, Negara di eropa, amerika dan sebagian besar asia sudah tidak mau menggunakan bahan bakar batubara lagi, karena merupakan energy fosil terkotor. Tetapi anehnya Indonesia masih sangat menggemarinya.
Penggunaan PLTU ini disebutkan juga sama sekali tidak kelihatan manfaatnya, karena krisis listrik di Sumatera Utara masih terus berlanjut. Hal ini terbukti beberapa waktu lalu Gubernur sumatera utara mendatangkan kapal genset raksasa untuk menerangi listrik di sumut yang masih sering terganggu. Kuat dugaan pembangkit–pembangkit listrik yang dibangun ini hanya untuk memenuhi kebutuhan industry saja, bukan masyarakat.
Laporan: Dom