Artikel ini ditulis oleh Koordinator INVEST, Ahmad Daryoko
Kejadian-kejadian terkait PLN, mulai masalah batu bara, pencopotan Direktur Energi Primer karena kelangkaan batu bara, pembentukan sub holding, PLN untung Rp5,9 triliun tetapi tarif tetap akan naik di 2022 (menyimpang dari peran PSO), utang mencapai Rp649 triliun tetapi PLN tetap bisa aquisisi captive power dan lain-lain, menunjukkan adanya ritme naik turun performance PLN serta gejolak yang ada pada perusahaan listrik plat merah ini.
Atau bila kita analogikan sebagai kehidupan manusia, sepertinya PLN sudah memasuki phase sakaratul maut. Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuunn.
Sebagai anak bangsa tentunya doa dan harapan adalah sebagaimana Pembukaan UUD 1945, yaitu berharap kepada jajaran Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan fasilitas umum dan seterusnya.
Atau dengan kata lain untuk PLN berdoa agar salah satu infrastruktur negara di bidang kelistrikan ini tetap eksis, bukan malah sakaratul maut.
Namun menurut ajaran Islam, berdoa saja tidak cukup karena Allah SWT berfirman, ‘Allah hanya akan mengubah nasib sebuah kaum kecuali kaum itu telah berusaha untuk mengubahnya (sendiri)’.
Artinya meskipun kita rajin berdoa tetapi minim usaha atau bahkan ber perilaku berlawanan dengan isi doa tersebut, bisa jadi Tuhan malah murka karena makhluk Nya bermain main dengan doa!
Apa Benar Begitu? Faktanya bangsa dan Negara ini telah men-setting Pembukaan UUD 1945 seperti diatas yang selanjutnya diwujudkan ke dalam Pancasila dan Konstitusi yang aduhai itu!
Namun kenyataan selanjutnya, mereka yang diberikan amanah untuk memegang tampuk Pemerintahan ini malah membentuk oligarki dan bekerja sama dengan aseng dan asing mengeruk sumber daya alam untuk dibawa keluar Indonesia.
Sementara rakyat (untuk kelistrikan) tidak dilindungi dan malah dianggap konsumen listrik dari Kartel listrik yang mereka bentuk bersama Shenhua, Huadian, Chenghua, Bimasena, Tommy Winata, Prayoga Pangestu serta Taipan 9 Naga yang lain.
Energi batu bara pun dibuat aturan yang melanggar pasal 33 ayat (3) UUD 1945, hingga para pemilik modal bisa sesuka hatinya mengeksploitasi batu bara tersebut dan dijual keluar negeri. Dan habislah persediaan untuk dalam negeri. Kalau ada pun harganya selangit.
Beginilah kalau komoditi strategis yg harusnya dilindungi pasal 33 ayat (3) UUD 1945 justru di jadikan ‘rayahan’ oknum Penguasa bersama Pengusaha dalam dan luar negeri, dengan melanggar pasal UUD diatas. Dan untuk menghilangkan jejak kelakuan para penguasa yang sekaligus pengusaha (peng-peng) tadi, dicarilah ‘kambing hitam’.
Dan untuk PLN misalnya dilakukan pencopotan Direktur Energi Primer. Inilah yang dimaksud contoh kelakuan yang kontradiktif dengan doa di atas. Sehingga bisa jadi Allah SWT justru memberikan azab ke bangsa Indonesia. Wallahua’lam.
Apalagi saat ini pasal 33 ayat (2) UUD 1945 pun dilanggar oleh rezim ini dengan menjadikan kawasan Jawa-Bali kelistrikannya diserahkan ke aseng/asing. Hanya sekitar 10 persen pembangkit PLN yang masih beroperasi di kawasan ini. Sementara jaringan ritail mulai 2010 sudah dijual oleh Dirut Dahlan Iskan ke Tommy Winata, James Riady dan Taipan 9 Naga yang lain dalam bentuk Token dan Whole Sale Market.
Dan kabar terakhir Menteri BUMN sudah umumkan akan membentuk sub holding bidang niaga untuk mengefektifkan pelayanan konsumen. Terlepas menteri ini mengerti atau tidak, atau justru mengelabui rakyat, yang jelas langkah pembuatan sub holding PLN adalah menjadi target UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja Kluster Kelistrikan.
Hal ini menginduk kepada The White Paper Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan yang diterbitkan oleh Departemen Pertambangan dan Energi pada 25 Agustus 1998 yang copy paste dari konsep The Power Sector Restructuring Program (PSRP) konsep dari IFIs (WB,ADB,IMF) sebagai follow up dari LOI (Letter Of Intent) yang terbit pada 31 Oktober 1997.
Yang berisi antara lain Pemerintah RI ber komitmen untuk tidak terlibat dalam urusan Pelayanan Publik (seperti PLN). Sehingga PLN harus diprivatisasi atau dijual atau diswastanisasi. Dan listrik akan diliberalkan atau mengikuti mekanisme pasar bebas dan tanpa subsidi lagi!
Dan itulah target dari jurus sub holding PLN itu, yaitu penuntasan privatisasi PLN tahap akhir.
Kesimpulan dan Follow Up
Kekuatan rakyat dan civil society harus mempertahankan listrik sebagai komoditas kepemilikan publik (public good) bukan komoditas komersial (commercial good) sebagaimana di amanahkan pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Sehingga PLN terhindar dari “bancakan” para oligarkh “peng-peng”. Dan semoga terhindar dari “sakaratul maut”. Aamiinn Yaa Robbal Aalamiinn!!
[***]