KINERJA PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) terus menunjukkan performa yang mengkhawatirkan, mengingat utang-utang BUMN listrik ini terus menumpuk bagaikan gunungan sampah di Bantar Gebang.
Padahal, kinerja PLN sendiri sebelumnya telah menaikan tarif dasar listrik (TDL) atau mencabut subsidi terutama untuk golongan 900 volt ampere (VA). Mestinya kebijakan berutangnya tak terlalu tinggi yang berdampak membebani rakyat.
Tapi anehnya, kebijakan tersebut terus dilakukan, agar bisa punya kemampuan untuk berhutang. Seperti melakukan revaluasi aset. Itu dilakukan hanya untuk memperlebar ruang berhutang bagi PLN.
Dengan melakukan revaluasi aset, maka aset PLN jadi memabengkak, nilai asset-nya menjadi Rp. 1.250 triliun. Tapi tujuan dari kebijakan itu hanya untuk mempermudah perseroan untuk berutang saja. Makanya pihak PLN selalu berdalih rasio utangnya atau debt to equity ratio (DER)-nya selalu diklaim masih aman.
Padahal dari sisi capaian laba PLN, mereka tidak mungkin membayar utang raksasa yang PLN menggunung itu. Bahkan yang ada, cepat atau lambat PLN akan habis dijarah dan jatuh ke tangan asing, oligarki politik dan kartel serakah.
Menurut catatan, total utang PLN telah mencapai Rp. 500,175 triliun. Belum termasuk rencana utang terbaru PLN yang bakal menerbitkan surat utang (obligasi dan sukuk) senilai Rp. 10 triliun.
Ini merupakan perusahaan dengan rekor tertinggi dalam mengambil utang. Total utang PLN sebelum revaluasi asset itu telah lebih dari 100% dari total assetnya.
Pertanyaannya, sampai kapan perusahaan ini dapat membayar utangnya? Meskipun seluruh keuntungan perseroan dialokasikan untuk bayar utang, namun dalam tempo 50 tahun belum tentu bisa lunas.
Makanya, itulah mengapa harga listrik terus digenjot naik tanpa memikirkan daya beli masyarakat. Bahkan kenaikan listrik sendiri telah mengesampingkan kondisi penurunan harga batubara, gas dan minyak yang merupakan unsur biaya terbesar dalam PLN selama ini.
Selama ini PLN telah dijadikan sandaran oleh penguasa kartel dan oligarki untuk menumpuk utang. Asset PLN telah digelembungkan untuk menumpuk utang.
Tahun 2014 asset PLN senilai Rp 539 triliun, tiba-tiba melonjak menjadi Rp. 1.227 Triliun. Akibatnya PLN merupakan perusahaan negara dengan utang menggunung.
Berikut daftar pinjaman luar negeri PLN dari berbagai lembaga keuangan:
1. World Bank sebesar USD 3,75 miliar dalam empat tahun;
2. Asian Development Bank (ADB) sebesar USD 4,05 miliar dalam lima tahun;
3. Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar USD 5 miliar dalam lima tahun;
4. KFW Bankengruppe sebesar EUR 655 juta, EUR 700 juta, EUR 300 juta;
5. AFD Perancis sebesar EUR 300 juta;
6. China Exim Bank sebesar USD 5 miliar;
7. China Development Bank sebesar USD 10 miliar;
8. Islamic Development Bank (IDB) sebesar USD 300 juta.
Kas PLN hanya Rp23 triliun. Peringkat utang PLN sangat buruk versi fitch ratings.
Oleh Pengamat Ekonomi-Politik, Salamuddin Daeng