Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
Banyak pihak yang menilai PKS blunder saat mengumumkan Paslon AMAN (Anies Sohibul Iman) maju Pilgub Jakarta. Sikap itu, dinilai menutup pintu parpol lain merapat. Padahal, PKS masih butuh tambahan kursi untuk maju Pilgub Jakarta, meski hanya 4 kursi.
PKS hanya punya 18 kursi, padahal syarat maju Pilkada Jakarta minimal 22 kursi. PKS, tak bisa sepihak mengusung Paslon maju Pilkada, karena masih butuh koalisi untuk maju.
PKS mengusung Paslon AMAN membawa pesan, kalau mau gabung ya AMAN yang diusung. Parpol lain, yang berharap bergabung dengan mengajukan kadernya sebagai Cagub atau Cawagub, menjadi males merapat. Kalau cuma diminta merapat melengkapi kursi, sekedar tim hore, siapa mau?
Kalau akhirnya PKS membuka diri, demi tercukupinya kursi pencalonan, Wagubnya bisa dari partai lain, itu artinya PKS harus makan hati. Karena terpaksa mengusur kadernya Sohibul Iman, dari posisi Cawagub.
Kalau akhirnya PKS membuka diri, demi tercukupinya jumlah kursi pencalonan, Cagubnya bisa dari partai lain dan membatalkan mengusung Anies, itu artinya PKS harus siap dimaki dan ditinggalkan pendukung militan Anies. Karena mengusur Anies dari pencalonan.
Kalau akhirnya PKS membuka diri, demi tercukupinya jumlah kursi pencalonan, Wagubnya bisa dari partai lain, sementara Cagubnya kembali ke Sohibul Iman, maka PKS akan dimaki pendukung Anies dan dianggap hanya haus kekuasaan dan mempermainkan elektabilitas Anies untuk tujuan partai.
Manuver PKS mengusung AMAN malah bikin tidak aman. PKS seperti menanam pohon simalakama, dan terpaksa memetik buah dan memakannya sendiri.
PKS partai pemenang Pemilu di Jakarta, tapi bisa saja tak menikmati kue kekuasaan eksekutif di Jakarta. PKS, bisa saja hanya akan menjadi penonton.
Sebenarnya, sebagai partai pemenang Pemilu di Jakarta (18 kursi), PKS harusnya bisa duduk manis dulu menunggu peta politik tersaji, mengambil keputusan di injury time. Kalau Anies ingin diusung Cagub oleh PKS, PKS bisa saja meminta Anies mencari partai pendukung, baru datang ke PKS.
Tapi PKS, nampaknya tak PD sebagai partai pemenang di Jakarta, sehingga sejak dini segera ‘membopong’ Anies untuk didapuk menjadi Cagub. Padahal, Anies baru saja punya legacy kalah Pilpres.
Soal Anies pernah menang Pilgub Jakarta tahun 2016 lalu, itu karena peran umat Islam akibat gerakan 212. Bukan karena semata elektabilitas Anies.
Saat ini, tak ada isu sensitif seperti kasus penistaan agama oleh Ahok, yang memantik persatuan dan perlawanan umat Islam.
Sebenarnya, keputusan DPP PKS yang sebelumnya mengusung Sohibul Iman sebagai Cagub Jakarta masih oke. Karena keputusan ini, membuka peluang partai lain untuk merapat. Kalaupun akhirnya ada dinamika, dan terpaksa mengusung Anies, PKS masih bisa memainkan narasi demi masa depan Jakarta, rela mereposisi Sohibul iman dan mengusung Anies, dan membuka kader partai lain sebagai cawagub untuk memenuhi kuota kursi pencalonan.
Entahlah, saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Bagi partai lain, tanpa berkoalisi dengan PKS juga masih bisa maju Pilgub Jakarta. Bagaimana, jika partai lain kompak mengatakan ‘Silahkan PKS maju sendiri dan usung AMAN ke Pilkada Jakarta’. Apa dampaknya? PKS, Anies dan Sohibul Iman tergusur!
[***]