KedaiPena.Com – Pengakuan pihak istana yang menghilangkan secara sengaja satu pasal di UU Cipta Kerja telah melanggar aturan formal pembentukan perundang-undangan. Hal ini menambah panjang daftar kekisruhan dari UU sapu jagat ini.
Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai, kisruh mengenai aturan sapu jagad ini bermula dari permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pembahasan UU Cipta Kerja ini dikebut.
Sehingga, kata Mulyanto, tak heran dalam pembahasannya timbul berbagai persoalan: seperti munculnya drama pasal 46 UU Migas dalam RUU Cipta Kerja; gonta-ganti naskah; dan recall 16 oktober yang merevisi 158 item RUU Cipta Kerja dalam dokumen 88 halaman sebagai upaya “cleansing” oleh Setneg.
“Rupanya kerja cepat, yang diperintahkan Presiden, praktek di lapangannya berubah menjadi kerja serampangan alias ugal-ugalan,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Senin (26/10/2020).
Padahal, Mulyanto menyebut, pada saat awal pembahasan RUU Cipta Kerja, Indonesia baru saja memasuki masa pandemi COVID-19. Yakni bencana kedaruratan kesehatan, yang sangat dahsyat, yang belum pernah dialami sebelumnya oleh bangsa kita.
Politikus Partai Dakwah ini mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja menerapkan protokol COVID-19, dengan membatasi peserta rapat untuk hadir fisik. Sehingga anggota Panja hadir secara virtual dengan berbagai keterbatasannya.
Mulyanto mengaku heran pembahasan UU Cipta Kerja dilakukan tergesa-gesa. Menurut dia, UU Cipta Kerja bukan ditujukan untuk penanggulangan COVID-19. Pasalnya, dalam menanggulangi COVID-19, pemerintah sudah membuat Perpu No. 1/2020, yang kemudian disahkan menjadi UU. No. 2/2020. Bahkan dalam UU ini hak budgeting DPR dipangkas.
“Sebenarnya RUU Ciptaker ini tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19, karena memang RUU ini sudah dirancang jauh-jauh hari sebelum musibah Corona itu datang. Dengan demikian, maka semestinya pembahasan RUU Ciptaker ini tidak harus tergesa-gesa, kejar tayang, menabrak hari libur, waktu reses, dan lain-lain,” lanjut Mulyanto.
Mulyanto mengingatkan saat menghadiri pertemuan tahunan Industri Jasa Keuangan di awal Januari 2020, Presiden Jokowi meminta pembahasan RUU Cipta Kerja perlu dipercepat agar pemerintah bisa melakukan reformasi di bidang perizinan.
Apalagi, kata Mulyanto, banyak izin-izin yang tumpang tindih antara pusat dan daerah, baik di provinsi, kabupaten, dan kota.
Presiden Jokowi, lanjut Mulyanto, saat itu juga mengatakan omnibus law perlu dibuat agar Indonesia bisa mengantisipasi dampak perkembangan ekonomi nasional maupun global.
“Jadi kalau ditanya siapa yang memerintahkan agar RUU Ciptaker ini dikerjakan dengan cepat? Ya presiden sendiri. Dalam beberapa kali kesempatan presiden menyatakan itu,” tegas dia.
Bahkan, dalam pertemuan tahunan Industri Jasa Keuangan di atas, Presiden Jokowi menegaskan, bahwa Presiden akan angkat dua jempol kalau DPR bisa menyelesaikan RUU Ciptaker dalam 100 hari. Menurut Jokowi, bukan hanya dirinya, tetapi juga kita semua akan mengacungkan jempol jika RUU Ciptaker itu bisa diselesaikan dalam 100 hari.
Hal tersebut sekali lagi dikuatkan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas mengenai RUU Ciptaker di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat, 27 Desember 2019, bahwa Presiden ingin kerja cepat, terkait penyelesaian RUU ini.
“Sayangnya kerja cepat yang dimaksud diterjemahkan para pembantu Presiden menjadi kerja asal cepat, meski serampangan atau ugal-ugalan,” tandas Mulyanto.
Laporan: Muhammad Hafidh