KedaiPena.Com – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai, di tahun 2020 ini Indonesua banyak diwarnai dengan politik kegaduhan dan kegagapan yang disebakan oleh pemerintah.
Akibatnya, kata Sukamta, persoalan utama alih-alih terselesaikan, Indonesia malah mengalami krisis ekonomi akibat pandemi.
“Kegaduhan ini muncul diawali dengan pernyataan-pernyataan para menteri yang membantu Presiden seperti Menkes yang sempat terkesan menyepelekan ancaman Covid-19 saat awal pandemi dulu,” kata Sukamta, Kamis, (31/12/2020).
Sukamta juga menilai, Mendagri juga sempat melontarkan wacana Pilkada tak langsung yang dianggap seabagai kemunduran demokrasi dalam konteks Indonesia.
“Menkumham juga sempat melontarkan pernyataan bahwa angka kriminalitas tinggi di daerah miskin yang seolah mendiskreditkan kalangan menengah ke bawah,” papar Sukamta.
Belum lagi, lanjut Sukamta, pernyataan Menteri Agama yang misalkan ingin melakukan sertifikasi penceramah, larangan bagi ASN untuk memakai cadar atau bercelana cingkrang.
“Menkopolhukam juga beberapa kali melontarkan wacana yang membuat gaduh, misalkan soal Polisi Siber yang dikhawatirkan hanya akan memberangus kemerdekaan berpendapat bagi pihak yang mengkritik pemerintah,” tutur Sukamta.
Sukamta juga mengaku, tidak lupa dengan pernyataan Presiden Jokowi, yang dianulir oleh Menhub soal larangan mudik dan pulang kampung.
“Presiden Jokowi menyatakan bahwa yang dilarang mudik, sedangkan pulang kampung tidak dilarang. Menhub kemudian menegaskan bahwa mudik dan pulang kampung sama saja dilarang,” tutur Sukamta.
Dengan demikian, Sukamta mengatakan, bahwa masyarakat Indonesia telah disuguhi tontonan komunikasi yang kurang kompak untuk level negara.
“Kegaduhan elit tersebut berimbas kepada kegaduhan di masyarakat. Sementara kinerja menteri tidak jelas karena tertutup pernyataan kontroversi. Uniknya, isu-isu yang sudah bertebaran dan membuat kegaduhan publik itu kemudian “diselesaikan” oleh seorang menteri yang terkesan mengerjakan banyak urusan,” papar Sukamta.
Dokotr lulusan Inggris ini mencatat banyaknya hoaks yang muncul adalah imbas dari komunikasi politik pemerintah yang buruk.
“Bisa jadi sumber hoaks adalah pemerintah sendiri karena menampakkan kesimpangsiuran informasi dan isu-isu kebijakan dengan pernyataan-pernyataan yang menimbulkan kegaduhan. Tapi anehnya justeru masyarakat yang dianggap sebagai sumber utama pembuat hoaks, dan terjadilah kriminalisasi rakyat dan tokoh masyarakat,” ungkap Wakil Ketua Fraksi PKS ini.
Dengan demikian, lanjut Sukamta, segenap permasalahan sedang mendera bangsa ini mulai dari bidang ekonomi, Indonesia resmi mengalami resesi ekonomi di kuartal III 2020 dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 3,49%.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 turun drastis dan jauh dari target, yakni pada kuartal I hanya mencatat pertumbuhan 2,97% dan kuartal II minus 5,32%. Berdasar laporan Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-6 dengan jumlah utang luar negeri terbesar di dunia,” tutur Sukamta.
Belum lagi, lanjut Sukamta, posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Oktober 2020 tercatat 413,4 miliar dolar AS atau setara Rp 5.877 triliun.
“Pengangguran bertambah dari 5,23 % menjadi 7,07 % atau meningkat 2.67 juta orang menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020. Jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat di tengah pandemi Covid-19. Hingga Maret 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan bertambah 1,63 juta, menjadi 26,42 juta orang,” kata Ketua DPP PKS ini.
Di bidang politik pun, tegas Sukamta, pemerintah tetap bersikukuh menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum terkendali dan belum terlihat tanda-tanda penurunan kasus.
Presiden Jokowi mempersilakan sejumlah kerabatnya untuk maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, yang mengindikasikan adanya dinasti politik yang sedang dibangun. Belum lagi kriminalisasi-kriminalisasi yang dilakukan terhadap masyarakat dan tokoh-tokoh yang kritis terhadap pemerintah. Ini menjadi catatan tersendiri apakah demokrasi kita mengalami kemajuan atau justeru kemunduran?,” tanya Sukamta.
Sukamta menegaskan, di bidang kesehatan pun, Pemerintah tidak memiliki strategi yang komprehensif dalam penyediaan vaksin dan strategi vaksinasi.
“Terbukti dengan pembelian sejumlah obat Covid-19 yang terburu-buru di awal pendemi, kontroversi pembelian vaksin Sinovac yang belum lulus uji klinis, hingga kepercayaan rakyat yang rendah terhadap vaksin yang disediakan pemerintah,” imbuh Sukamta.
Selain itu, tegas Sukamta, masih hangat diingatan kita tentang pemerintah menegsahkan UU Omnibus Law Cipta kerja yang kontroversial pada Oktober 2020.
“Padahal, UU ini dinilai cacat formil dan materil, tidak transparan dan minim partisipasi publik oleh masyarakat sipil dan akademisi. Yang cukup menghebohkan adalah sejumlah menteri dalam Kabinet Indonesia Maju terjerat kasus korupsi, seperti Edhy Prabowo yang dijerat kasus korupsi benur lobster dan Juliari Batubara yang dijerat kasus korupsi dana bansos Covid-19. Ini tamparan keras buat kita semua, karena sampai bantuan sosial pun dikorupsi,” beber wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
“Jadi, permasalahan-permasalahan di atas jangan sampai tertutupi dan tidak terselesaikan dengan baik karena teertutupi kegaduhan-kegaduhan yang tercipta. Kita berharap Pemerintah mampu melakukan refleksi untuk memperbaiki komunikasi politiknya pada tahun-tahun mendatang,” tandas Sukamta.
Laporan: Muhammad Hafidh