Pasalnya, Indonesia memiliki tenggat waktu hingga 30 Juni 2017 untuk memenuhi persyaratan, seperti kesiapan regulasi dan institusi. Jika Indonesia tidak memenuhi hal tersebut, maka akan terkena sanksi sebagaimana yang telah disusun oleh Global Forum dalam Defensive Measures.
“Perppu itu sejatinya akan menjadi payung hukum terkait dengan AEoI tersebut, seperti UU Perbankan, UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak, UU Pasar Modal, dan UU Perbankan Syariah, dalam rangka memenuhi Common Reporting Standard yang sudah ditetapkan,†jelas Ecky di Jakarta, ditulis Jumat (24/2).
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan pemerintah akan menargetkan penyelesaian pembahasan Perppu pada Mei tahun ini. Sebab, pada bulan tersebut akan ada pertemuan kembali antara Indonesia dengan negara-negara yang ingin mengimplementasikan AEoI. Pertemuan tersebut tentunya akan membahas soal kesiapan regulasi yang dimiliki masing-masing negara.
Ecky pun menilai sejauh ini UU KUP dan UU Perbankan sudah masuk dalam Prioritas Proglenas 2017. “Akan tetapi, DPR masih menunggu revisi dua UU lainnya dari pemerintah. Ini tentu akan butuh waktu panjang. Solusinya, pemerintah harus cepat bahas Perppu sebagai alternatif daripada menunggu penyelesaian revisi,†jelas Anggota Komisi XI DPR RI ini.
Adapun terkait dengan sanksi keterlambatan pemenuhan persyaratan AEoI, tidaklah kecil. Setidaknya, papar Ecky, terdapat dua dampak utama. Pertama, sanksi berupa penurunan rating oleh Global Forum. Kedua, opportunity loss dari kehilangan potensi perpajakan apabila Indonesia terlambat ikut serta dalam AEoI.
“Pemerintah perlu segera mempersiapkan hal ini, mengingat kebijakan tax amnesty ternyata tidak cukup optimal dalam menarik dana Indonesia yang berada di luar. AEoI dapat menjadi senjata ampuh Pemerintah untuk memulangkan dana WNI di luar negeri yang diperkirakan mencapai Rp 4000 Triliun dan sebagiannya patut diduga merupakan illicit fund (dana ilegal),†jelas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Dengan adanya penyusunan Perppu ini, nantinya dapat menjadi modal pemerintah untuk terlibat bersama 101 negara yang ingin mengimplementasikan AEoI. Sebab, dalam UU KUP dan UU Perbankan saat ini, data nasabah bersifat sangat rahasia untuk dibukakan informasinya.