KedaiPena.Com- PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) terancam tidak dapat mengganti 10 unit rangkaian kereta rel listrik (KRL) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang akan pensiun pada tahun 2023 ini serta 19 unit pada tahun 2024.
Sebab, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menolak usulan KCI untuk mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang dan meminta perseroan membeli produk dalam negeri dari PT Industri Kereta Api (INKA).
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama
meminta kepada Pemerintah agar antara KCI dan Kemenperin tidak saling lempar tanggung jawab. Seharusnya, kata dia, tidak ada ego sektoral antara lembaga pemerintah.
“Bahkan semua sektor dalam Pemerintah bergerak secara sinergis sebab KRL merupakan moda transportasi terbaik untuk menampung jumlah penumpang yang besar. KRL seharusnya menjadi prioritas untuk terus dikembangkan dengan strategi peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor di bidang perkeretaapian,” jelas dia, Rabu,(1/3/2023).
Ia menekankan, bahwa hal ini diperlukan sebab pada kenyataannya harga KRL INKA saat ini justru sangat mahal. Sehingga, lanjut dia, berpotensi memicu peningkatan tarif KRL karena nilai investasinya tinggi.
“FPKS juga berpendapat seharusnya KCI jauh-jauh hari bergerak melengkapi kebutuhan armada ini, sehingga apabila pemesanan dilakukan secara massif dan terjadwal kemungkinan dapat menurunkan ongkos produksi dan dapat digunakan tepat waktu,” papar dia.
Ia menuturkan, yang saat ini terjadi, permohonan dispensasi baru dilakukan pada bulan September 2022 untuk menggantikan unit KRL yang dipensiunkan pada tahun 2023, sedangkan kontrak dengan INKA juga baru akan diteken pada bulan Maret 2023.
“Sedangkan jika pemesanan dilakukan secara dadakan dan parsial atau sedikit-sedikit, tentunya berpotensi meningkatkan biaya produksi dan tidak dapat tepat waktu digunakan pada saat dibutuhkan. Akibatnya terjadilah hal seperti sekarang ini, di mana KRL impor dilarang sedangkan KRL buatan dalam negeri mahal dan lama,” papar dia.
Sebagai solusinya, kata dia, FPKS DPR RI berpendapat perlu adanya jalan tengah, misalnya KRL bekas dapat diimpor sementara tetapi dengan harus diiringi peningkatan TKDN melalui proses rekondisi secara lokal agar dapat memenuhi persyaratan BMTB di atas.
“Pemerintah juga dapat menetapkan sistem kuota KRL bekas, misalnya hanya 25 persen dari kebutuhan dan hanya untuk jangka pendek. Kuota tersebut dapat secara bertahap semakin diturunkan dari tahun ke tahun, sementara kapasitas produksi INKA semakin ditingkatkan,” jelas dia.
Ia menekankan, FPKS DPR RI juga berpandangan agar Pemerintah jangan membuat kebijakan hantam kromo yang berdampak membuat penumpang KRL menjadi telantar.
“Apalagi jika penumpang kemudian terpaksa berganti-ganti moda transportasi sehingga akan semakin menambah beban pengeluaran masyarakat,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena