KedaiPena.Com – Menjelang 3 tahun Obsesi Poros Maritim Dunia, pemerintah menunjukkan pola kerja yang minim orientasi kepada rakyat. Pasalnya, kebijakan dan program yang berpihak kepada pembangunan dan pemberdayaan nelayan sebagai aktor sektor perikanan, tak kunjung menuai hasil yang signifikan. Merujuk data BPS, Nilai Tukar Nelayan menunjukkan kenaikan dari 106,66 di tahun 2014 menjadi 109,07 di tahun 2016.
“Meskipun demikian, nelayan kecil yang menjadi mayoritas di negara kita, masih mengalami kendala terbesar pada dua hal: akses permodalan dan diskriminasi pasarâ€, demikian disampaikan Presiden PKS Sohibul Iman di Jakarta, Kamis (06/04/2017).
“Pemerintah mesti mampu menyelesaikan dua akar masalah itu, kesulitan pada akses permodalan dan diskriminasi pasar, dapat diselesaikan melalui mekanisme skala lokal di desa nelayan “ kata dia.
Mekanisme musyawarah desa, lanjut Iman, sebagai instrumen tata kelola yang ditunjang koperasi maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) sebagai kelembagaan ekonomi yang berfungsi sebagai katalisator pengentasan kemiskinan.
Sohibul Iman menambahkan bahwa Dari 2,74 juta penduduk bermata pencaharian nelayan di tahun 2014, sebanyak 32,4% hidup dalam kemiskinan dengan rata-rata pengeluaran nelayan hanya sekitar Rp 561.000 per bulan, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran bukan nelayan sebesar Rp 744.000 per bulan.
Tingkat upah nelayan hanya sekitar Rp 1,1 juta per bulan, sedikit di bawah pekerja bukan nelayan yang memiliki upah Rp 1,2 juta per bulan. Terlebih, masih terdapat 70% nelayan berpendidikan sekolah dasar ke bawah dan hanya sekitar 1,3 persen yang berpendidikan tinggi.
Laporan: Anggita Ramadoni