KedaiPena.Com– Politisi PKS asal Banten, Mulyanto minta Presiden Prabowo meninjau ulang status PSN proyek PIK 2 yang marak ditentang masyarakat. Menurutnya, PIK 2 merupakan proyek swasta murni sehingga tidak layak ditetapkan sebagai proyek strategis nasional yang menggunakan mekanisme negara.
Dengan label PSN, proyek pengembangan PIK 2 ini merambah ke wilayah seluas 15 ribu hektar (sepuluh kali lipat) sampai ke Kecamatan Tanara, Serang. Padahal wilayah PSN hanya 1.800 hektar di bagian utara kecamatan Kosambi. Di lapangan sulit diketahui dan dibedakan, mana wilayah yang PSN dan mana yang non-PSN.
Ia berharap, Presiden Prabowo berpihak pada masyarakat yang dirugikan dalam pelaksanaan proyek PIK 2 ini. Baginya, Presiden perlu mengintruksikan aparat penegak hukum bersikap proporsional menghadapi penolakan masyarakat terhadap proyek PIK 2.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum jangan terkesan menjadi beking pengembang PIK 2 ketika berhadapan dengan masyarakat, khususnya terkait dengan pembebasan lahan rakyat. Hal ini tidak sehat bagi penyelenggaaraan negara (bad governance) yang demokratis. Seharusnya pemerintah bertugas melindungi rakyat bukan di lapangan malah terjadi hal yang sebaliknya,” tegas Anggota DPR RI periode 2019-2024 dari FPKS ini dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat,(22/11/2024).
Mulyanto mencatat ada beberapa kasus yang mengesankan Pemerintah berpihak pada pengusaha di kasus PIK 2. Pertama adalah soal pemberian status PSN kepada proyek PIK 2 yang jelas-jelas merupakan proyek swasta murni. Kemudian maraknya dugaan bahwa
Pemerintah Daerah menurunkan nilai NJOP pada lahan rakyat yang tergusur PIK 2 sehingga harga jual tanah rakyat merosot.
Selain itu pada kasus demonstrasi di Teluk Naga, akibat tertabraknya seorang anak oleh truk pengangkut tanah proyek, terkesan aparat melindungi pengembang PIK 2 dan berhadapan dengan masyarakat.
“Dan yang mutakhir adanya pemeriksaaan terhadap tokoh yang vokal menyuarakan ketidakadilan di Proyek PIK 2, Said Didu. Beliau malah dipolisikan oleh APDESI yang merupakan asosiasi kepala desa. Ini sangat tidak lazim,” tandas Mulyanto.
Laporan: Muhammad Rafik