Artikel ini ditulis oleh Radhar Tribaskoro, Inisiator Brain Society atau Masyarakat Akal Sehat.
Semula saya ragu menulis artikel ini, “Apa saya tidak mencampuri urusan keluarga orang lain?” Akhirnya saya tulis, karena menurut saya PBNU dan PKB adalah aset bangsa yang sangat berharga. Kepedulian kita tergugah saat kedua lembaga itu bermasalah, sama seperti ketika Golkar dibongkar dan PDIP digerepe. Partai-partai di atasY adalah the very core of our democracy, kita harus peduli. Apalagi bila ada tanda-tanda rudapaksa.
Perselisihan
Munculnya perseteruan antara NU dengan PKB telah dimulai sejak Pilpres 2024. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf tidak setuju Muhaimin Iskandar maju menjadi wacapres Anies Baswedan. Menurut pendapatnya, pasangan Anies-Muhaimin akan kalah. Yahya adalah pendukung Presiden Joko Widodo yang antusias, ia berpidato dimana-mana mendukung program presiden. Ia bahkan membawa pengurus PBNU ke IKN untuk mengumumkan pendirian kantor PBNU di sana. Dalam pilpres, walau tidak diungkapkan secara eksplisit, kita tahu kemana arah dukungan Yahya.
Jadi ketegangan hubungan NU dengan PKB sudah ada ketika Sekjen PBNU tiba-tiba mengumumkan membentuk Panitia Khusus dengan tujuan mengembalikan PKB ke pangkuan NU. Dalam sebuah konferensi pers Yahya menggali lebih dalam. Menurutnya keretakan hubungan NU dengan PKB telah terjadi sejak 15 tahun lalu. Ketika itu terjadi perselisihan antara Ketua Dewan Pembina PKB Abdurrahman Wahid dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Perselisihan itu, walau secara hukum tuntas, rupanya tidak selesai, namun tetap membara.
Pansus belum mengumumkan hasil. Tetapi liputan atas dengar pendapat yang diselenggarakan Pansus yang menghadirkan ratusan kiai muncul isu bahwa Dewan Syuro di PKB diabaikan, bahkan cenderung kehilangan peran dalam pengambilan keputusan di partai. Hal ini dianggap tidak normal sebab PKB dianggap pencerminan dari PBNU dimana peran Dewan Syuriah sangatlah sentral.
Namun Yahya mengakui bahwa tidak ada hubungan struktural dan hukum antara NU dan PKB. Kekuatan PBNU hanya terbatas pada nasehat, himbauan dan tekanan saja. Untuk itu ia berkomitmen untuk melakukan sosialisasi dan menjaring masukan lebih banyak.
Apa Tujuan Kegaduhan
Pembentukan Pansus Mengembalikan PKB telah menimbulkan kegaduhan. Saya berharap kegaduhan itu cukup berharga bagi publik karena bagaimanapun sebagian energi publik terserap dalam setiap kegaduhan.
Jadi, kemana arah kegaduhan ini? Apakah untuk tujuan memajukan Indonesia? Kalau itu tujuaannya, apakah PKB selama ini telah menyebabkan Indonesia terpuruk?
Kalau tidak salah PKB dan PBNU selama ini mendukung pemerintahan Jokowi. Untuk itu Prof.Dr.Ma’roef Amin menjadi pendamping Presiden Jokowi, sebagai wakil presiden. Menyatakan Indonesia terpuruk tidak berbeda dengan menyatakan bahwa pemerintahan Jokowi-Ma’roef gagal. Pernyataan itu sama saja dengan memercik air di dulang, wajah sendiri yang akan basah.
Apakah kegaduhan Pansus dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja PKB? Tujuan ini saya kira juga tidak tepat sasaran, sebab sejak 2009 PKB mencatatkan peningkatan yang sangat signifikan. Setelah anjlok akibat konflik internal sehingga mencatatkan 29 kursi saja pada tahun 2009, PKB meningkatkan kursinya di DPR menjadi 47 pada 2014, 58 pada 2019 dan 77 pada 2024. Peningkatan ini sangat pesat bahkan telah melampaui perolehan kursi 2004 sewaktu PKB dipimpin Gus Dur, yang meraih 52 kursi. Bagaimana putra/i NU yang bekerja di PKB begitu hebat dapat dikatakan gagal?
Perlu dicatat bahwa keberhasilan PKB di atas dicapai tanpa dukungan Ketua Umum PBNU. Yahya secara publik menyatakan bahwa NU milik semua partai. Ia tidak secara khusus mengendorse PKB. Ia bahkan secara terbuka menentang pencalonan Muhaimin sebagai wapres.
Apa alasan lain? Mungkin, demi kebaikan NU? Ah, saya tidak percaya. Tidak mungkin PBNU menindas anak yang dilahirkannya semata untuk kebaikannya sendiri.
Saya lebih tidak bersedia lagi membahas kemungkinan bahwa kegaduhan itu didesain untuk kepentingan politik orang lain. Padahal, dugaan itu rasional karena tidak ada sesuatu muncul just that. Tidak ada kebetulan dalam politik. Franklin D. Roosevelt mengatakan, “In politics, nothing happens by accident. If it happens, you can bet it was planned that way”. Ketika Sekjen PDIP dikejar-kejar dan Ketum Golkar tiba-tiba mengundurkan diri, siapa yang tidak mengira bahwa kegaduhan di PKB sekarang termasuk bagian dari sebuah orkestrasi? Tapi saya tidak ingin membahasnya. Saya masih beranggapan bahwa semua kegaduhan ini dilandasi oleh iktikad baik. Demi kebaikan bangsa, negara dan seluruh umat manusia, rahmatan lil alamin.
Siapa Pemilik PKB?
Menurut Yahya, tidak semua warga NU memilih PKB. Oleh karena ia harus adil, tidak memprioritaskan PKB saja. Kata Yahya lagi, hanya 15 persen warga NU yang memilih PKB. Berapa banyak pemilih PKB adalah warga NU, mari sedikit berhitung?
Dengan perkiraan warga NU di Indonesia berkisar 60-90 juta jiwa, diduga 60 persen atau 36-54 juta adalah pemilih yang berusia 17 tahun ke atas. Dari jumlah pemilih warga NU, sesuai perkiraan Yahya, hanya 15 persen atau 5,4 – 8,1 juta orang memilih PKB. Adapun pada Pileg 2024 lalu terdapat tidak kurang dari 16 juta pemilih PKB. Berarti ada sekitar 50 persen sampai dengan 65 persen pemilih PKB adalah warga Non-NU. Ini jumlah yang sangat besar. Apa artinya?
Artinya, putra/i NU yang sekarang memimpin PKB telah berhasil membangun kepercayaan dari warga Non-NU. Mereka telah menunjukkan bahwa PKB adalah rahmatan lil alamin, memberi rahmat kepada seluruh alam. PKB bukan inklusif untuk warga NU saja. Menurut saya ini adalah bukti penting bahwa amanat yang diletakkan para founders PKB telah ditunaikan, sebagian. Tetapi ini adalah petunjuk yang baik.
Para pendiri PKB tidak memberi nama partai itu Partai Kebangkitan NU, melainkan Partai Kebangkitan Bangsa, karena tujuannya adalah demi kemaslahatan bangsa. Bukan NU saja.
Para putra/i NU yang mengelola PKB saya kira tidak berniat untuk mengecilkan peran Dewan Syuro. Saya tahu para aktivis politik PKB di akar rumput tidak pernah alpa bersilaturahim dengan ulama dan toko-tokoh NU setempat. Adapun peran Dewan Syuro di partai politik telah ditetapkan dalam AD/ART partai. Ada baiknya kita menyimak kembali perselisihan tahun 2008 antara Ketua Dewan Syuro dengan Ketua Tanfidz. Pada waktu itu Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syuro memberhentikan Muhaimin sebagai Ketua Tanfidz. Pengadilan belakangan membatalkan pemberhentian itu. Berdasar UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pemberhentian ketua partai harus sesuai dengan ketentuan pada AD/ART partai. Ketentuan terkait menyatakan bahwa pemberhentian Ketua Tanfidz harus melalui Muktamar. Dengan putusan itu semestinya perselisihan berakhir. Keputusan itu adalah keputusan hukum yang tidak dibikin berdasar keinginan Muhaimin.
Penutup
Saya percaya kegaduhan ini akan segera berlalu. Seperti acap terjadi, NU adalah organisasi yang sangat adaptif. Ia menyerap kekacauan di sekitarnya dan kemudian meletakkan keseimbangan pada tempat, yang lebih tinggi.
Berkenaan dengan itu saya mungkin cuma bisa berharap dua hal. Pertama, PKB adalah mutiara. Partai ini dilahirkan sesuai dengan tradisi ulama yang menurut Michael Laffan (Islamic Nationhood and Colonial Indonesia: The Umma Below The Winds. 2003) telah mengembangkan kesadaran nasionalisme di Mekah dan Mesir pada akhir abad 19, jauh lebih dulu daripada pelajar-pelajar Indonesia di Belanda dan Indonesia. PKB telah berkembang menjadi partai yang memiliki konstituen luas dan nasional. Partai ini terbukti tidak eksklusif, bahkan telah memperoleh kepercayaan jutaan warga Non-NU. Berkaitan dengan itu, saya yakin PBNU akan bijaksana untuk juga memperhitungkan aspirasi warga Non-NU di PKB.
Kedua, PKB telah melahirkan banyak sekali pemimpin muda karismatik. Muhaimin Iskandar hanya salah satu saja, di luar beliau terdapat tokoh seperti Maman Imanullah Haq, Syaiful Huda dll. Mereka akan terus menyumbangkan nilai-nilai NU ke dunia politik Indonesia.
Saya berharap PKB dan tokoh-tokoh mudanya ini lestari di kancah politik Indonesia.
[***]