Artikel ini ditulis oleh Juru Bicara Presiden era Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi.
PBNU itu seperti bahaya laten bagi PKB. Nah, yang menarik, sejak tahun 2014 saya amati, Muhaimin itu jatuh bangun untuk mengatakan bahwa PKB ini partai politiknya Nahdliyyin.
Yang menarik itu, menjelang Pemilu 2024, pernyataan resmi PBNU itu kan bahwa PKB itu bukan PBNU, selalu bilang begitu. Tidak ada kewajiban bagi PBNU untuk mendukung PKB.
Nah dalam perjalanannya ini, Muhaimin mencoba PKB eksis untuk lepas dari bayang-bayang PBNU tapi tetap basic-nya dari NU.
Saya lihat, 2024 berhasil, bukan hanya menjadi representasi NU, karena di beberapa basis-basis Nahdliyyin seperti Jatim, bisa di ambil kembali.
Basis-basis NU bisa di ambil oleh Muhaimin, tanpa dukungan PBNU. Bahkan dipisahkan.
Yang menarik itu, hasil ikhtiar Muhaimin untuk bangkit, membesarkan PKB, kan berhasil di 2024.
Kantong-kantong non NU, di Sumbar, Jakarta, Jawa Barat, naiknya signifikan. Di jakarta naiknya 100 persen.
Di Sumbar naik lebih dari 100 persen. Di Jawa Barat, 50 persen lebih, yang selama ini bukan kantong PKB. Dan menang di beberapa tempat.
Jadi PKB itu sudah mulai keluar, seperti yang dibayangkan oleh Gus Dur. PKB itu Partai Kebangkitan Bangsa Indonesia. Partai Kebangkitan yang bukan sekedar Nahdliyyin. Seluas itu.
Dalam konteks politik, PKB saya nilai sudah berhasil melepaskan diri dari kantong-kantong NU. Sudah firm ya menjadi representasi. Itu sudah bagus.
Waktu itu saya bilang ke Muhaimin, pemilu ke depan, harus lebih luas lagi. Karena sudah clear kan.
Tanpa dukungan PBNU kita sudah menjadi representasi Nahdliyyin dan keluar itu sudah mulai mendapatkan kepercayaan dari Non Nahdliyyin.
Memang ada faktor Anies itu. Tapi menurut saya ada faktor, pernyataan-pernyataan petinggi PBNU bahwa PKB itu bukan PBNU.
Padahal saat ini, masyarakat itu memang lagi kesel ama PBNU. Jadi saya dikatakan PKB itu bukan PBNU, jadi ya melihatnya sudah bagus. Jadi dia pilih tuh.
[***]