KedaiPena. Com – Menapaki usia yang ke-73 tahun, Republik Indonesia masih dirundung masalah inti rakyat yakni pertanian terkhusus pangan.
Petani sebagai produsen pangan belum sejahtera karena harga komoditas pangan yang tak menentu dan rata-rata penguasaan kepemilikan tanah khususnya di Pulau Jawa hanya kurang dari 0,3 hektar.
Angka ini jelas masih jauh dibawah skala ekonomi. Sementara di sisi yang sama, konsumen mendapati harga pangan yang masih tinggi di pasar dan beberapa belum terjangkau secara luas.
Situasi pertanian dan pangan ini disampaikan oleh Sunarso, Ketua Umum BPP Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) dalam Kuliah Umum dengan tema “Pembangunan Pertanian yang Visioner dan Integratif” di Aula CCR Institut Pertanian Bogor (IPB).
Menurut Sunarso, pangan adalah sektor strategis dan tidak cukup hanya diselesaikan dalam waktu 1-2 hari. “Kedepan, daya saing bangsa ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan. Pangan juga akan menentukan kualitas manusia Indonesia di masa yang akan datang,” ujarnya ditulis Senin (17/12/2018).
Menurut Sunarso, saat ini Indonesia masih belum beranjak untuk mengurus protein rakyat, karena masalah mendasar saja yakni energi seperti beras belum juga terselesaikan.
“Kita masih sibuk ribut apakah perlu atau tidak impor pangan. Sementara distribusi pangan antar daerah di Indonesia tak juga terbenahi dengan baik. Misalnya saja beras tersedia di daerah A, tetapi dalam waktu yang bersamaan terjadi kelangkaan beras didaerah B,” tutur dia.
PISPI menilai untuk mengurai masalah-masalah pertanian dan pangan, diharuskan pembangunan pertanian yang visioner dan integratif.
“Visioner yang dimaksud adalah pembangunan pertanian Indonesia dalam jangka panjang, yakni untuk 50-100 tahun. Karena permasalahan pertanian akan selalu berkembang di sepanjang zaman, dibutuhkan pemecahan masalah yang mempunyai gagasan jauh kedepan dan konsistensi kebijakan dari pemerintah,” jelas dia.
“Selanjutnya, integratif adalah pembangunan pertanian Indonesia yang tidak bisa serta merta diserahkan hanya kepada Kementerian Pertanian semata, namun juga harus dikerjakan bersama-sama oleh lintas sektoral,” tambahnya.
Strategi pembangunan pertanian yang visioner dan integratif ini tersusun dalam konsep “Agriculture Reform” yaitu pembaruan pertanian yang menitikberatkan pada kejelasan tata ruang terkhusus reforma agraria.
Yakni tanah untuk petani, pembangunan infrastruktur, pola pengusahaan pertanian, kelembagaan pertanian, riset dan teknologi tepat guna, supply chain manajemen, aspek keuangan, ‘forcasting’ atau ‘monitoring’ neraca produksi dan stok nasional, serta membangun industri yang berbasis pertanian.
Menurutnya, dalam menerapkan strategi-strategi tersebut dibutuhkan suatu undang-undang yang mempunyai visi jangka panjang dan tidak berubah-ubah ketika pemilihan umum atau pemerintahan berganti.
“Saat ini visi Pembangunan Nasional hanya berjangka 20 tahun sebagaimana yang tertera dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. PISPI berpandangan bahwa 20 tahun itu tidak cukup, kita harus punya UU Visi Pertanian Indonesia untuk 100 tahun kedepan!”, tutupnya.
Laporan: Muhammad Hafidh