Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
“Itu nanti tim gabungan independen pencari fakta yang harus melihat secara detail, tetapi sebagai gambaran, tadi saya melihat bahwa problemnya ada di pintu yang terkunci dan juga tangga yang terlalu tajam ditambah kepanikan yang heboh”.
[Jokowi, Rabu 5/10]
Soal tragedi kanjuruhan, Jokowi mengeluarkan statemen yang substansinya mengulang seperti kasus KM 50. Saat pembantaian terjadi terhadap rakyat, terhadap 6 pengawal HRS, Jokowi sebagai Presiden justru mengatakan “Aparat hukum itu dilindungi hukum dalam menjalankan tugasnya, tidak oleh ada warga atau masyarakat yang semena-mena melanggar hukum yang (dapat) merugikan masyarakat, apalagi membahayakan bangsa dan negara. Aparat hukum tidak boleh mundur sedikitpun”.
[Jokowi, Minggu, 13/12/2020]
Sudah jelas 6 nyawa rakyat melayang, sudah jelas aparat bersenjata yang membunuh, tapi yang dituduh semena-mena malah rakyat. Bukannya mengecam atau setidaknya menyayangkan tindakan brutal aparat, Jokowi justru menyalahkan rakyat.
Sekarang, tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 184 nyawa melayang, Jokowi dengan entengnya menyalahkan tangga dan pintu yang terkunci. Membuang kesalahan pada manajemen stadion. Tidak menyinggung sedikitpun soal penggunaan gas air mata dan kebrutalan aparat.
Padahal, secara logika, kita semua tahu apa yang menyebabkan penonton berlarian menuju tangga dan pintu keluar stadion? kepanikan. Ya, Jokowi juga menyatakan karena kepanikan.
Selanjutnya, apa yang menyebabkan kepanikan terjadi? apakah karena muncul monster ditengah lapangan? atau ada bom yang diledakan teroris didalam lapangan?
Jawabnya, itu semua Karena gas air mata, karena kebrutalan aparat yang menembakkan gas air mata ke arah penonton yang ada di tribun.
Kenapa Jokowi tidak menyinggung gas air mata? kebrutalan aparat? mau melindungi aparat seperti di kasus 6 laskar FPI?
Dalam kasus 6 laskar, Jokowi berani langsung salahkan pihak lain dengan ungkapan “warga atau masyarakat yang semena-mena”.
Dalam kasus Kanjuruhan, framingnya mau menyalahkan penonton. Membawa minuman keras, dengan ditemukan botolnya. Padahal, pemeriksaan masuk stadion dilakukan secara ketat.
Dalam kasus Kanjuruhan, yang disalahkan pintu dan tangga stadion. Luar biasa. Kalau begitu, segera tetapkan pintu dan Tangga Stadion sebagai tersangka!
[***]