KedaiPena.com – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mempertimbangkan untuk memindahkan persidangan kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta milik Lippo Group ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Salah satu yang menjadi pertimbangan yakni lantaran kasus yang ikut menyeret nama CEO Lippo Group James Riady dan Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo ini menjadi perhatian publik.
Saut mengatakan, ia kan meneliti betul apa saja hambatan-hambatan untuk memindahkan kasus yang salah satunya menyisahkan tersangka Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin ini dapat disidangkan di Jakarta.
“Nanti kita lihat seperti apa hambatan yang akan Muncul bila tidak di Jakarta,” ujar Saut Situmorang ketika berbincang lewat telepon pribadinya, Rabu (30/1).
Selain Neneng Hasanah Yasin, juga terdapat tersangka lain yang belum disidangkan, mereka yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
Untuk diketahui, persidangan kasus Meikarta dengan terdakwa orang-orang Lippo Group, yakni eks Direktur Operasional Billy Sindoro, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi saat ini digelar di Pengadilan Tipikor Bandung.
Sejatinya ini bukan pengalaman pertama bagi KPK memindahkan persidangan yang unsur waktu dan tempat dilakukan tindak pidana (locus dan tempus delicti) tidak di Jakarta menjadi disidangkan ke pengadilan Tipikor Ibu Kota.
KPK sudah beberapa kali memindahkan lokasi sidang dari locus delicti atau tempat terjadinya tindak pidana. Antara lain, kasus dugaan korupsi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 dengan terdakwa Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf, kasus suap Kepala DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, dan kasus suap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah terkait pinjaman daerah kepada PT SMI sebesar Rp 300 miliar. Kasus yang disebut terakhir ini, menjerat Bupati Lampung Tengah Mustafa.
Selain itu, juga ada kasus suap RAPBD Jambi yang menjerat Gubernur Jambi Zumi Zola, serta kasus korupsi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB), yang belakangan diakuisisi PT Billy Indonesia. Kasus ini menyeret Gubernur Sultra saat itu, Nur Alam.
Irwandi dan beberapa anggota DPRD Sumut masih menjalani persidangan. Sementara Mustafa, Zumi, dan Nur Alam sudah divonis hakim. Mustafa divonis 3 tahun penjara, Zumi 6 tahun, dan Nur Alam divonis 12