Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Wacana Pilpres 2024 diwarnai oleh obrolan tentang capres bokep, capres kadrun, politik identitas, dan saling sindir masalah pribadi, selain childish (kekanak-kanakan), pendidikan politiknya ternyata tidak ada, sehingga mutunya yang rendah tiada ubahnya dengan sinetron murahan.
Nilai-nilai seperti integritas, komitmen terhadap pemberantasan KKN, solusi untuk memulihkan perekonomian nasional yang bangkrut dikesampingkan.
Sehingga kalau di 2014 wacananya antara lain drama Esemka, yang merupakan kebohongan spektakuler, ternyata kini wacananya tetap bukan value battle (pertarungan nilai), seperti ide atau gagasan, yang seharusnya mengedepankan kemampuan masing-masing capres untuk menjadi problem solver persoalan bangsa.
Sukarno-Hatta naik jadi presiden melalui aklamasi. Wacana yang mengiringinya ialah perdebatan tentang hal-hal bermutu dan substantif. Mulai dari filosofische grondslag (filsafat negara), Piagam Jakarta, bentuk negara, hingga konsepsi ekonomi pro kerakyatan.
Baca juga: VIDEO: Rizal Ramli: Pemilu 2024 Seperti Drakor
Kecerdasan waktu itu menjadi dasar dialektika pemikiran para calon pemimpin dan para pendukungnya.
Perbedaan aliran dan ideologi tidak merembet jadi soal-soal pribadi. Para tokoh kala itu umumnya memiliki decency (kesopanan) dan menjaga fatsun, karena ditempa oleh tradisi intelektual yang kuat.
Mereka umumnya ialah tokoh-tokoh erudisi (berpengetahuan luas) yang memposisikan diri sebagai pengemban mission sacre (tugas mulia) memerdekakan bangsa. Bukan intelektual pathetic (intelektual yang menyedihkan) dengan kemampuan debat kusir di warung kopi.
Itulah sebabnya selain menyebut Pilpres 2024 bagaikan Drakor (Drama Korea) yang penuh jargon copras-capres tanpa ada fokus untuk memperbaiki sistem pemilihan presiden, tokoh nasional Dr Rizal Ramli juga mewanti-wanti Pilpres 2024 yang seharusnya bisa melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang terbaik, tampaknya masih merupakan angan-angan, sepanjang sistem yang ada saat ini tidak mengalami perubahan.
Baca juga: Rizal Ramli dan Kenangan Perjuangan dari Rumah F
“Perlu ada perbaikan sistem politik agar dominasi oligarki bisa dikendalikan. Antara lain melalui reformasi pembiayaan parpol oleh negara, disertai dengan demokratisasi internal parpol, hapus Presidential Threshold, bikin UU Anti Konflik Kepentingan, sehingga demokrasi benar-benar bekerja untuk rakyat,” tegasnya.
Menurutnya, Pilpres 2024 semuanya sudah diatur, siapa yang jadi jagoan, siapa yang jadi wakilnya. Sedangkan dananya sudah disiapkan oleh para taipan anggota oligarki.
“Lalu didukung oleh perusahaan-perusahaan survey. Kita menyebutnya perusahaan ‘sure-pay‘. Asal kita bayar pasti ratingnya naik, didukung media berbayar, dan sebagainya,” kata Rizal Ramli lagi.
Artinya?
“Jangan bermimpi Pilpres 2024 akan menghasilkan pemimpin terbaik. Yang terpenting adalah kita ubah dulu sistemnya,” tegas Rizal Ramli menekankan.
[***]