KedaiPena.Com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menutup pendaftaran capres dan cawapres minggu lalu. Ialah pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang sudah dipastikan mendaftarkan diri pada Pilpres 2019.
Terpilihnya Ma’aruf Amin dan Sandiaga Uno sebagai cawapres dari masing-masing pihak melewati periodesasi yang sangat menyita tenaga dan menguras waktu serta pikiran. Selayaknya film drama, dipilihnya dua tokoh tersebut sebagai cawapres menuai pro dan kontra dari sebagian kalangan.
Bayangkan saja, jelang sehari pendaftaran capres dan cawapres, Jokowi yang sedianya akan menggandeng Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dipusingkan dengan ancaman PKB bersama Nahdlatul Ulama (NU) yang akan meninggalkan Jokowi jika tidak memilih kader NU.
Jokowi mempertimbangkan posisi jika harus ditinggalkan oleh PKB dan NU. Pasalnya, selama ini Jokowi lemah mendapat serangan kubu lawan dengan tudingan anti-Islam. Belum lagi ancaman adanya poros ketiga pada Pilpres 2019 bilamana Jokowi tidak merangkul PKB berserta NU.
Sedangkan, Prabowo Subianto dengan kubu oposisinya dipusingkan dengan sikap partai koalisi yang ‘ngotot’ untuk memasangkan kader terbaiknya bersama mantan Danjen Kopassus tersebut pada Pilpres 2019.
Tentunya, Prabowo harus mengambil jalan tengah, memilih seseorang yang bisa mengakomodir logistik kampanye serta keinginan partai koalisi.
Dengan demikian, banyak pihak menilai dengan terpilihnya dua sosok tersebut, Pilpres 2019 akan minim dengan gagasan baru.
Hal itu lantaran baik Jokowi dan Prabowo saat ini lebih mempertimbangkan mengamankan posisi masing-masing.
Semisal, Jokowi yang memilih KH Ma’aruf Amin untuk menghindari kekalahan akibat politik identitas seperti yang terjadi dialami koleganya Basuki Tjahaja Purnama alkas Ahok di Pilkada DKI Jakarta. Sementara Prabowo Subianto yang memilih Sandiaga Uno diyakini hanya untuk memenuhi keinginan partai koalisi demi terjaganya logistik untuk Pilpres 2019. Benarkah demikian?
Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat (orkestra) Poempida Hidayatulloh menilai bahwa minimnya gagasan pada Pilpres 2019 sangat mungkin terjadi. Hal tersebut lantaran dalam penetapan cawapres dari kedua belah pihak menyisakan banyak tanda tanya.
“Dalam konteks penetapan paslon terutama masalah cawapres di kedua belah pihak memang diwarnai banyak tanda tanya. Ini memang disebabkan oleh proses kompromi yang terjadi saja karena melibatkan banyak kepentingan dan partai,†ujar Poempida kepada KedaiPena.Com, Sabtu (18/8/2018).
Poempida juga menilai, banyak hal yang tidak masuk akal dalam penetapan pasangan cawapres dari kubu Jokowi maupun Prabowo. Bahkan, Poempida beranggapan bahwa kepentingan politik segelintir pihak menjadi sangat kental dalam penetapan cawapres kedua tokoh tersebut.
“Padahal seharusnya pilpres ini harus muncul dengan berbagai gagasan baru yang fresh dan inspiratif. Karena lima tahun ke depan ini tidak bisa lagi disia-siakan untuk sesuatu yang tidak luar biasa,†tukas bekas Anggota DPR RI ini.
Poempida pun meyakini, bahwa gagasan baru soal masalah ekonomi dan basis kesejahteraan akan hilang pada Pilpres 2019 ini.
Padahal, ungkap Poempida, bangsa kita saat ini sudah terlalu lama terkungkung kepada jargon-jargon dan narasi-narasi kesejahteraan yang semu.
“Sehingga diperlukan basis gagasan yang lebih konkret akan dirasakan oleh masyarakat. Gagasan tersebut harus dapat termanifestasi tidak hanya dalam bentuk kebijakan makro tapi juga harus dapat dipahami secara riil di level mikro dalam konteks implementasinya,†imbuh Poempida.
Pengamat Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun juga berpendapat sama soal minimnya gagasan pada kontestasi Pilpres saat ini. Ubed begitu ia disapa memprediksi gagasan pada Pilpres 2019 akan hilang jika kontestasi hanya didominasi oleh capres Jokowi dan Prabowo.
“Saya kira yang terjadi adalah pertarungan citra dan pertarungan politik identitas dalam makna yang destruktif,†ujar Ubed dihubungi oleh KedaiPena.Com, secara terpisah.
Oleh sebab itu, Ubed mengatakan, para capres dan cawapres haruslah bisa mengekspresikan gagasan dalam mengatasi problem bangsa saat ini. Para cawapres harus benar-benar mengoptimalkan diri saat berkampanye.
“Misalnya latar belakang Ma’ruf Amin yang memiliki keahlian ekonomi Islam dan Sandiaga Salahuddin Uno yang tidak hanya memiliki keahlian ekonomi tetapi juga berhasil menciptakan bisnis dan lapangan kerja baru. Saya kira kedua cawapres tersebut seharusnya mewarnai kontestasi dengan gagasan,†imbuh Ubed.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai bahwa kontestasi pilpres 2019 akan minim gagasan baru.
Hendri yang juga founder dari Lembaga Survei KedaiKOPI mengungkapkan bahwa gagasan ekonomi akan hilang pada penyelenggaraan pilpres tahun depan.
“Gagasan tentang solusi atas permasalahan ekonomi seperti kenaikan harga bahan pokok, tarif listrik dan lapangan kerja,†ujar Hendri saat berbincang dengan KedaiPena.Com, ditulis Sabtu (18/8/2018).
Namun demikian, Hendri menilai, kontestasi Pilpres kali ini akan tetap berlangsung seru. Semua paslon pasti akan mati-matian mengeluarkan semua kemampuannya.
“Semuanya pasti akan keluar, tapi semoga kontestasi ide lebih menonjol,†pungkas Hendri.
Laporan: Muhammad Hafidh