Artikel ini ditulis oleh Memet Hakim, Pengamat Sosial, Ketua Wanhat APIB.
Menjelang pilpres dan pileg, suasana kembali hangat. Proses pencalegan rupanya sudah lama dimulai prosesnya.
Kita mengenal caleg itu kelak menjadi anggota DPR (Dewan perwakilan Rakyat) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).
Perwakilan rakyat artinya mewakili rakyat, minimal bertanggung jawab pada rakyat pemilihnya.
Pada kenyataannya mereka tunduk dan loyal pada partainya masing-masing, bukan tunduk pada kepentingan rakyat.
Nah anggota DPR ini sudah berubah fungsi menjadi DPP (Dewan Perwakilan Partai) atau menjadi penghianat rakyat.
Jika caleg ini benar merupakan wakil rakyat, wajar jika mereka disebut ‘Yang Mulia’.
Nah jika mereka wakil partai, tapi saat kampanye mengatakan wakil rakyat, tetapi ternyata tidak membela rakyat, sebutan yang tepat adalah ‘Yang Munafik’ atau ‘Yang Berkhianat’.
Caleg juga harusnya merupakan perwakilan daerahnya masing-masing, jadi misalnya caleg dari Banten, ya harus orang Banten dan membela rakyat Banten.
Begitu juga caleg dari Jabar yang mayoritas muslim, harus orang Sunda muslim bukan orang lain.
Caleg dari Manado yang mayoritas kristen yang harus orang Manado kristen yang dominan.
Dalam banyak hal misalnya, karena pengurus partai tapi bukan orang daerah tersebut, ikut mewakili daerah tersebut.
Akibatnya daerah tersebut dirugikan, tidak ada yang membawa aspirasi daerah tersebut.
Hal-hal seperti kelihatannya kecil, sehingga tidak diperhatikan oleh partai, tapi jika caleg itu hanya perwakilan partai mungkin tidak masalah, karena tidak mewakili rakyat atau daerah, tapi namanya harus diganti menjadi DPP (Dewan Perwakilan Partai).
Yang namanya perwakilan tentu saja harus mewakili masyarakat atau rakyat yang diwakilinya. Rakyat tidak boleh dibohongi lagi.
Bahwa partai yang mengajukan tentu sah sah aja, tapi keberpihakan dan keterwakilan tetap pada rakyat. Jangan sampai salah kaprah.
Konon kabarnya ada partai yang memungut uang sebagai imbalan atas rekomendasinya sebagai caleg. Nah caleg seperti ini diyakini tidak berkualitas, begitu juga partainya.
Mereka sudah melakukan perdagangan pengaruh atau melakukan transaksi jual beli jabatan politik, pasti setelah terpilih caleg ini akan cari uang haram buat penggantinya. Tidak salah jika kita mendengar banyak anggota DPR yg berdagang anggaran, dan seterusnya.
Ada 2 jenis caleg yakni:
1. Caleg pejuang, caleg seperti ini mempunyai idealisme, integritas dan bukan tipe ABS, berani berbeda pendapat dan berani membela rakyat. Tipe caleg seperti inilah yang harus diambil dan dipilih.
2. Caleg Pecundang atau penghianat, bisa didefinisikan sebagai orang yang menipu atau menghasut, biasanya tidak memiliki kecerdasan emosi yang baik, suka ngeles dan memiliki ‘fighting spirit’ yang rendah. Motivasinya buat menjadi anggota DPR untuk dirinya sendiri, tidak bermanfaat untuk rakyat.
Nah mulai sekarang, pilihlah orang yang tepat, bukan orang yang tenar. Tenar tidak mengapa asal benar dan amanah. Jangan pilih caleg yang suka bawa hadiah, biasanya tipikal caleg begini kurang baik. Selamat memilih.
[***]