KedaiPena.Com – Para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (ASPPHAMI) menilai, pengendalian vektor penyakit harus dipaksakan dan tidak terbatas pada sosialisasi saja, tetapi juga dalam implementasinya perlu didukung oleh berbagai pihak dari lintas sektor.
Sampai dengan saat ini salah satu masalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Berdasarkan pengamatan ASPPHAMI, saat ini upaya pencegahan penyebaran penyakit DBD masih hanya menjadi Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Kementerian/Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota saja, hal tersebut tertuang dalam kebijakan Permenkes No. 374 tahun 2010 Tentang Pengendalian Vektor Penyakit.
Menurut Ketua ASPPHAMI, Boyke Arie Pahlevi, upaya pencegahan itu tidak harus sepenuhnya dibebankan pada Kementerian Kesehatan saja, akan tetapi perlu dukungan dari sektor lainnya seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), tak terkecuali pihak swasta.
“Selama ini swasta menangani pencegahan penyebaran penyakit dalam lingkup parsial, titik-titik tertentu saja. Tetapi hasilnya tidak begitu efektif apabila area itu ikut tercemar oleh wilayah lainnya. Sementara untuk membasmi penyakit dalam lingkup yang besar di ruang-ruang publik tentu menjadi tanggung jawab pemerintah. Bila ada kerjasama antara pemerintah dan swasta tentu upaya pemberantasan penyakit bisa lebih optimal,†kata Boyke di Menara Kadin belum lama ini.
Dia menjelaskan, pihak swasta memiliki ‘pest management’ yang efektif mulai dari survei awal, penyebaran pestisida sampai pada evaluasi dan monitoring. Pihaknya juga menyatakan kesiapannya untuk membantu pemerintah dalam melakukan pelatihan dan pendampingan dalam upaya pemberantasan vektor penyakit.
“Kami memiliki 3000 orang di seluruh Indonesia sebagai operator yang tersertifikasi dalam pengendalian hama dan penyakit,†ungkap Boyke.
Dia juga mengusulkan, untuk mempercepat pergerakan dalam hal pencegahan penyebaran penyakit DBD dan lainnya di Indonesia, maka perlu diterbitkannya Peraturan Presiden Tentang Pengendalian Vektor Terpadu, agar pemberantasan penyakit bisa didukung oleh semua pihak dari lintas sektor. Pihaknya akan membahas hal itu bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia serta mengundang kementerian terkait.
Misriyah, Kepala Subdirektorat Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, mengatakan, pemerintah punya Peraturan Menkes No 374/2010 tentang Pengendalian Vektor. Sementara Kerja sama sektor kesehatan dan non-kesehatan bisa mengacu pada Peraturan Pemerintah No 66/2014 tentang Kesehatan Lingkungan.
Namun, Peraturan Menkes No 374/2010 hanya berlaku di internal sektor kesehatan. Sementara PP No 66/2014 belum mengatur spesifik soal pengendalian vektor terpadu. Apalagi, Pasal 1 Ayat 12 menyatakan, yang dimaksud menteri di PP itu ialah Menkes.
Regulasi pengendalian vektor terpadu dinilai penting agar kasus DBD di Indonesia tak terus berulang. Sejak kasus pertama di Surabaya, Jawa Timur, pada 1968, tak ada kabupaten/kota bebas DBD. Menurut data Kemenkes, pada 2015, 511 kabupaten/kota berpotensi jadi tempat berkembang biak nyamuk vektor DBD, 90 persennya merupakan endemik DBD.
(Oskar/Prw)