Artikel ini ditulis oleh Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle.
Pidato Prabowo Subianto dihadapan peserta Kongres Nasdem kemarin begitu memukau. Isi dan gaya orasi Prabowo begitu dahsyat tidak kalah dengan para orator-orator ulung kelas dunia. Perlu kita dalami isi pidato tersebut untuk kebaikan bangsa kita ke depan.
Pertama, “Resource Curse” (Kutukan Sumberdaya Alam). Prabowo menyampaikan bahwa kesulitan bangsa-bangsa atau etnis bangsa terjadi karena Indonesia kelimpahan sumberdaya alam. Negara asing banyak yang datang untuk “merampok” itu dan itu bersifat natural, karena persaingan manusia untuk penguasaan alam dan hegemoni.
Belajar dari sejarah masa lalu, kekayaan alam ini menjadi sumber perpecahan suku bangsa kita, sulit bekerja sama.
Kedua, Potensi Jadi Negara Adidaya. Prabowo mengatakan sekitar 6 tahun lalu dia mendapatkan kajian dari beberapa lembaga internasional yang kredibel, baik barat maupun dari timur. Di sini disebutkan bahwa Indonesia mempunyai potensi menjadi salah satu negara kuat di dunia. Hal ini merujuk pada potensi sumberdaya alamnya yang luar biasa. Termasuk “rear earth materials“, seperti nikel, bauksit, uranium dsb, yang bersifat kekinian keperluannya. Namun dengan catatan bergaris tebal, yakni jika pemimpin-pemimpinnya bersatu, jika elit-elit nya bersatu.
Ketiga, bersatu, bekerja untuk rakyat. Prabowo mengatakan bahwa urusan pilpres adalah ruang untuk berbeda. Negara kita adalah republik dan di desain untuk ada demokrasi. Namun, melihat tantangan yang ada saat ini, Prabowo menuntut perbedaan yang ada langsung diselesaikan secepatnya. Harus secepatnya menemukan titik persamaan, bukan titik perbedaan.
Kenapa? 1) Indonesia bukan barat. Menurut Prabowo demokrasi di Indonesia tidak seperti di barat. Kita mempunyai demokrasi ala Indonesia, yang tidak terlalu menonjolkan perbedaan. 2) tantangan global saat ini begitu berat, seperti, rebutan sumberdaya alam, energi, lalu perubahan cuaca, kelaparan, yang menuntut semua kerja bersama-sama. 3) saat ini rakyat butuh diselamatkan. Sekarang . Bukan besok. Bukan nunggu kajian dan riset. Kemiskinan, anak-anak sekolah susah makan, stunting, kakek-kakek masih narik becak harus diatasi sekarang.
Keempat, Inti Republik adalah Pengabdian. Prabowo menyetir konsep negara dari era kuno Yunani dan Roma, semua yang dimaksud negara adalah untuk pengabdian. Republik itu, katanya, berarti setiap satu dari anak orang yang mampu harus diserahkan mengabdi pada negara untuk mengabdi.
Kelima, Koalisi Gemuk. Prabowo membantah koalisi gemuk akan merepotkan. Menurutnya Indonesia ini sama luasnya dengan 27 negara Eropa. Artinya banyak ruang untuk dikerjakan bersama.
Keenam, Mati dengan nama baik. Prabowo menjelaskan bahwa konsep manusia Indonesia adalah menjaga kehormatan. Setiap orang-orang tua harus penuh pengabdian, karena ketika kematian tiba, maka yang dikenang adalah nama baiknya.
Ketujuh, Tidak mengemis ke negara lain. Prabowo mengatakan bahwa kita tidak boleh menjadi pengemis ke negara lain. Indonesia harus mampu mandiri.
Kedelapan. Prabowo berjanji masa depan anak muda akan gemilang. Prabowo meyakini masa depan anak-anak muda akan gemilang. Syaratnya para senior mereka alias elit-elit bangsa mau bersatu bekerja untuk rakyat dan berhenti korupsi.
Pemberontakan Mahasiswa
Prabowo Subianto ketika berpidato berapi-api dihadapan elit-elit Nasdem, dan disiarkan mayoritas TV, dan streaming, berada pada nuansa pemberontakan mahasiswa belakangan ini. Mahasiswa yang sejarahnya selalu hadir dikala republik diinjak-injak, baik di era kolonial maupun era kemerdekaan, saat ini bergerak hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Mereka marah dan marah besar.
Kebencian mahasiswa yang dipertontonkan secara nyata adalah kebencian pada Jokowi dan semua elit-elit negara yang menjadi pengkhianat bangsa. Untuk Jokowi, mereka memuntahkan kejijikan mereka dengan membuat tatrikal “Gantung Jokowi” dan menghina menantunya yang hedonis bau ketiak (Erina Gundano bau ketiak bertengger dalam puncak google trend beberapa kali). Semua kekecewaan ini bermuara dari kerakusan Jokowi dalam mengelola negara. Sampai-sampai rakyat menduga bahwa Jokowi akan mewariskan Indonesia sampai ke Jan Ethes, cucunya, kelak.
Kebencian mahasiswa lainnya juga ditujukan pada elit-elit politik, khususnya DPR/DPRD, di mana mereka menganggap elit-elit itu hanya penjahat belaka. Diberbagai kota, mahasiswa menyerang kantor-kantor dewan, sebagiannya menggemboknya. Gerakan mahasiswa ini terjadi dengan bentrokan yang keras dengan aparatur negara.
Apa yang diinginkan mahasiswa itu? Apa motivasinya? Seorang dosen UGM yang meriset gerakan mahasiswa terbaru mengatakan bahwa mahasiswa ingin ada perubahan dan merekalah agen perubahan (Agent of Change) itu.
Dalam teori “Social Movement“, mahasiswa merasa bahwa perubahan itu sedang mereka emban ketika mereka tidak percaya lagi pada negara. Dan umumnya mereka bergerak pada siklus di mana semua elit-elit negara menjadi korup dan sesuka hatinya mengusur negara. Sebaliknya, rakyat tetap dibiarkan miskin. Hal ini juga kita saksikan dari berbagai orasi demonstrasi mahasiswa diberbagai kota belakangan ini.
Lalu Bagaimana Indonesia ke Depan?
Pidato Prabowo yang berapi-api tentu perlu diapresiasi bahwa ke depan negara dipastikan akan dipimpinnya berbeda dengan era Jokowi. Jika Jokowi haus kekuasaan, maka Prabowo haus pengabdian. Dua konsep yang berbeda.
Sayangnya, mahasiswa telah a priori pada elit-elit yang diasumsikan Prabowo mewakili rakyat dan mampu mengabdi. apakah asumsi ini valid?
Jika melihat Index Persepsi Korupsi yang kandas diangka terendah 35, dan adanya laporan KPK angka korupsi mencapai hampir 50 persen dari projek, selama ini, maka dapat dipastikan bahwa elit-elit bangsa kita terjebak pada budaya tersebut. Pertanyaannya apakah mereka, para elit, bisa bersatu untuk keperluan rakyat miskin? Bukankah mereka terbiasa dengan memiskinkan rakyat? Bahkan, menteri asal Nasdem, misalnya, beberapa tahun lalu, menciptakan projek BTS fiktif berjumlah hampir 10 triliun. Apakah mahasiswa akan percaya elit-elit yang dihimpun Prabowo?
Ini adalah tugas besar Prabowo. Kalau hanya mengumpulkan parpol dan elit-elit, itu bisa disebut persate-an, bukan persatuan. Persatuan membutuhkan energi dan spirit yang sama. Ruh yang sama. Tanpa itu, semua akan berantakan.
Begitupun, orang pintar pernah berkata “tetes demi tetes air bersih yang datang dari bukit, akan mampu membersihkan lumpur kotor di batu cadas”. Tentu, semangat Prabowo untuk bersatu dan membangun untuk rakyat harus diberikan dukungan.
Penutup
Pidato Prabowo Subianto dihadapan peserta Kongres Nasdem kemarin sangat mulia, tajam, misi kerakyatan yang kuat dan sangat membanggakan. Sebagai orator, Prabowo sejajar dengan orator-orator ulung dunia sekelas Bung Karno dan Barack Obama. Kita perlu apresiasi.
Persoalannya apakah Prabowo Subianto yakin dengan elit-elit politik yang busuk saat ini, sebagaimana dihinakan mahasiswa. Inilah kerja keras membangun persatuan bukan persate-an.
[***]