Artikel ini ditulis oleh Achmad Nur Hidayat, MPP, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute.
Pidato Prabowo Subianto dalam sesi panel di Shangri-La Dialogue menjadi headline news di banyak media internasional. Prabowo memilih tema dialog dalam pidato International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 20th Asia Security Summit, Singapura tersebut.
Sebenarnya, Prabowo tidak sedang menawarkan dialog peradaban dari konflik Amerika dan China melainkan Prabowo sedang tidak mau berpihak pada keduanya dan lebih baik membicarakan bagaimana menyelesaikan ketegangan tersebut.
Publik kawasan pasifik termasuk Indonesia sebenarnya khawatir terhadap instabilitas kawasan akibat ketegangan Amerika-China di kawasan indo pasifik, Kementerian Pertahanan Indonesia yang dipimpin Prabowo mencoba menyuarakan kekhawatiran tersebut.
Ketegangan kedua negara adidaya muncul karena meningkatnya rivalitas antara negara-negara besar terutama antara AS dengan China akhir-akhir ini.
China menekankan kerjasama ekonomi dan pembiayaan infrastruktur sementara Amerika fokus pada perubahan iklim, kerjasama pendidikan dan kesehatan dengan negara Asia Pasifik.
Prabowo membesarkan dominasi kekuatan China dan AS di kawasan Asia Pasifik dan bersikap optimis kedua negara tersebut menyadari adanya tanggung jawab besar bagi kawasan dengan mengatakan bahwa sebagai negara besar, AS dan China akan dapat menunjukkan sikap yang bijak dalam menjaga perdamaian dunia.
Prabowo yakin bahwa Pemimpin baik China maupun AS, akan menyelesaikan konflik secara kompromi, bekerja sama dengan humanisme serta menyelesaikan perbedaan mereka secara damai.
Namun sayang, narasi di internal lingkar istana tidak menunjukan satu suara dan proposal Prabowo belum diakui sebagai proposal Indonesia.
Proposal tersebut ternyata belum dikoordinasikan diinternal istana. Kemenlu menyatakan tidak ada koordinasi terkait pidato Prabowo tersebut. Kelihatannya berdekatannya waktu Pilpres mendorong para menteri yang mau maju capres lebih banyak agresifitas dan miskoordinasi satu sama lainnya.
Padahal masyarakat luar seolah menilai Indonesia memiliki proposal menyelesaikan konflik dunia tersebut.
Dunia yang Multipolar Bukan Unipolar
Menhan Prabowo dalam forum tersebut mestinya menawarkan satu gagasan dunia yang multipolar dan bukan unipolar. Karena di era saat ini yang dibutuhkan oleh dunia adalah kerjasama yang saling menguntungkan masing masing negara dan bukan penguasaan oleh satu negara terhadap negara lainnya apalagi menginvasi satu negara oleh negara lainnya.
Dunia yang multipolar hari ini adalah sebuah keniscayaan karena masing masing negara memiliki kedaulatan dan national interestnya masing-masing. Sehingga sebetulnya sangat penting jika Menhan Prabowo dapat menyampaikan tawaran ini dalam forum bergengsi tersebut.
Multipolar adalah tawaran solusi yang dapat diberikan kepada dunia yang berdasarkan prinsip egaliterian dan respectfuly, atau kesetaraan dan saling menghormati antar negara. Selama negara tersebut tidak melanggar prinsip prinsip universalitas baik di dalam negeri ataupun hubungan antar negara.
[bersambung]