Artikel ini ditulis oleh Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute.
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto menyampaikan pidato pada acara La Dialogue 20th Asia Security Summit di hotel Shangri La Singapura. Dalam kesempatan tersebut Prabowo menyampaikan beberapa highlight isu dan tawaran yang coba dia ditawarkan.
Pertama, Terkait Konflik Ukraina – Rusia
Prabowo menawarkan 5 point penyelesaian diantaranya adalah Pertama, diadakan gencatan senjata. Kedua, saling mundur masing-masing 15 kilometer ke baris baru (belakang) dari posisi depan masing-masing negara saat ini. Ketiga, membentuk pasukan pemantau. Ia menyarankan agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diterjunkan di sepanjang zona demiliterisasi baru kedua negara itu. Keempat, pasukan pemantau dan ahli dari PBB yang terdiri dari kontingen dari negara-negara yang disepakati oleh baik Ukraina dan Rusia. Kelima, PBB harus mengorganisir dan melaksanakan referendum di wilayah sengketa untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk dari berbagai wilayah sengketa.
Secara normatif usulan Prabowo terkait konflik Ukraina – Rusia ini cukup menarik namun dalam hal implementatif tidak sederhana, karena konflik yang terjadi disana melibatkan kepentingan banyak negara termasuk 2 negara Super Power Amerika Serikat dan China. Bahkan presiden jokowi sudah pernah mengunjungi langsung presiden Ukraina Zelensky dan presiden Rusia Vladimir Putin, namun konflik juga tak kunjung reda.
Kedua, Terkait Hubungan China dan Rusia
Tawaran Prabowo tentang peaceful exsistent, co exsistent, nature respect yang lebih menekankan pada musyawarah mufakat sebagai bentuk relasi AS China juga tidak mudah dilakukan. Karena hal tersebut menyangkut national interest masing masing negara tersebut. Dan yang terjadi saat ini adalah memang terjadi kompetisi dan ketegangan kedua negara super power untuk merebut supremasi dan hegemonni global. Sehingga tawaran yang disampaikan Prabowo terkesan normatif dan utopis.
Ketiga, Terkait Myanmar
Terkait apa yang terjadi di Myanmar, Prabowo juga meminta Myanmar belajar dari Indonesia hubungan yang harmonis antara militer dan sipil. Namun big question-nya adalah apa yang terjadi di Myanmar adalah pemerintahan dikuasai juncta militer dan memberangus demokrasi. Seharusnya terkait Myanmar Indonesia sebagai presidensi keketuaan ASEAN mestinya dapat memberikan solusi yang lebih kongkret dan bukan hal yang bersifat normatif atas situasi di Myanmar.
[***]