KedaiPena.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, ada 198.768 karyawan perusahaan tekstil yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebagian diantaranya korban PHK karena efisiensi perusahaan, ada juga karena perusahaan tempatnya bekerja tutup.
Ia menjelaskan data tersebut hanya mencakup pekerja/ karyawan yang merupakan anggota KSPN. Belum termasuk data karyawan korban PHK yang dimiliki pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Lokasi pabrik-pabrik tersebut ada di pusat-pusat industri TPT di Jawa khususnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Mulai dari Kabupaten Serang, Tangerang, Bandung, Semarang, Sukoharjo, Karanganyar, Pekalongan, dan daerah lainnya.
“Kami harap ini jangan dianggap siklus biasa dunia usaha, ada yang tutup dan ada yang buka. Sebab lebih banyak yang tutupnya daripada yang baru. Terbukti, dari data yang kami punya, ada perusahaan-perusahaan yang tadinya hanya masuk daftar pabrik melakukan PHK untuk efisiensi, lalu kemudian tutup,” kata Ristadi, Kamis (27/6/2024).
Ia juga menyampaikan, berdasarkan data, ada 36 perusahaan tekstil menengah besar yang tutup dan 31 pabrik lainnya melakukan PHK karena efisiensi. Total ada 198.768 pekerja jadi korban PHK dari 67 perusahaan ini, dan masih akan terus bertambah.
“Ini data kami kumpulkan sejak tahun 2019. Dan ini baru hanya pabrik yang tempat anggota kami bekerja. Belum termasuk data pemerintah dan Apindo,” ucapnya.
Ristadi menyatakan serbuan barang impor jadi biang kerok utama ambruknya industri TPT di dalam negeri.
“Serbuan impor ini memang sudah masuk sejak tahun 2010, lalu terus meningkat, dan puncak-puncaknya itu sekitar tahun 2015, 2016, lalu 2018 sampai sekarang terus bertambah. Impor semakin bertambah banyak masuk, seiring dengan bertumbuhnya industri tekstil di luar negeri, terutama China,” ucapnya lagi.
Akibatnya, lanjut dia, pabrik-pabrik tekstil di dalam negeri mulai mengalami ketidakstabilan produksi, dan terus turun. Hingga kemudian memicu gelombang PHK.
“Karena itu kami terus menyuarakan gelombang PHK yang sedang terjadi di industri TPT. Kami bukan corong pengusaha tekstil, tak ada sepeser pun kami menerima dari pihak mana pun. Advokasi dan perjuangan kami karena kami adalah corong bagi anggota kami yang ter-PHK dan belum mendapat pesanngon, belum mendapat pekerjaan baru dan masih menganggur,” kata Ristadi.
Ia menyebutkan, dari pantauan KSPN, perusahaan-perusahaan yang tadinya terdaftar baru hanya melakukan efisiensi dengan PHK, perlahan-lahan ambruk hingga masuk daftar perusahaan yang tutup.
“Kami meminta pemerintah segera menyelamatkan industri tekstil nasional, meminimalisir berhentinya pabrik dan menekan korban PHK yang terus berjatuhan. Anggota kami banyak mengalami kesulitan karena tidak ada sumber penghasilan baru. Karena itu kami terus mengangkat isu PHK ini, menyuarakan suara pekerja Indonesia yang mengalami PHK,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa