KedaiPena.Com – Kalangan petani tebu mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret guna mengatasi masalah pergulaan nasional. Pasalnya panen raya tebu tinggal beberapa hari lagi, yakni Mei 2018.
Hal itu dikatakan Ketua umum DPP APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia), Abdul Wachid dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
“Sayangnya pemerintah belum memiliki kebijakan yang jelas terhadap komoditi gula nasional. Masalah utamanya, soal
HPP (Harga Pokok Produksi) yang biasa setiap menjelang musim panen, ada penetapan HPP dari Menteri Perdagangan dan siapa saja yang akan membeli gula petani itu dan pabrik gula mana yang ditugaskan menyerap,” kata dia.
Yang lebih mengkhawatirkan, kata anggota Komisi VI DPR, APTRI menduga saat ini gula Impor kristal putih sudah membanjiri pasar.
“Salah satunya bermerk Matahari dengan harga yang cukup murah Rp 9000/kg. Sedangkan petani tebu minta panen tebu bisa laku minimal Rp 10,500/kg, malah syukur bisa laku Rp 12,500/kg,” tambahnya.
Wachid membeberkan kondisi pasar gula saat ini, dimana ada satu pabrik gula Kebun Agung, Jateng dan Jatim yang sudah giling atau panen tebu pada minggu ini.
“Namun pada saat lelang gula petani, ternyata hampir tidak ada pedagang yang mau beli gula dengan alasan pasar lesu,” jelasnya lagi.
Oleh karena itu, lanjut Wachid, petani berharap harga gula pada tingkat wajar. Karena HPP di kebun sudah cukup mahal di antaranya, penyebabnya antara lain, pertama harga sewa lahan tebu mahal.
Hal ini dikarenakan para pemilik kebun menghitung biaya hidup semuanya naik dan mahal termasuk listrik, BBM, pajak dan beras. Kedua, upah tenaga kerja tanam juga semakin mahal karena dampak beban biaya hidup.
“Ketiga, petani tebu semakin susah mendapatkan pupuk bersubsidi. Akhirnya beli pupuk non subsidi yang harganya tiga kali lipat. Keempat, dulu di pemerintahan Ibu Mega dan Pak SBY, petani dengan mudah dapat pinjaman kredit murah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dengan bunga 6 persen per tahun, sekarang diganti KUR dengan bunga 9 persen pertahun. Dapat kredit susah, akhirnya petani cari kredit pihak ketiga dengan bunga 15%-20% per tahun,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh