Artikel Ditulis Oleh : Salamuddin Daeng, Ekonom
TIDAK banyak yang mengatahui bahwa Pertamina Patra Niaga.(PPN), sub holding Pertamina bidang perdagangan ternyata menumpuk utang besar sejak menjadi perusahaan sub holding. Perusahaan yang menjual BBM, LPG, Avtur, Pelumas dan berbagai produk niaga ini, makin lama makin banyak utangnya.
Kebijakan PPN ini menjadi masalah besar dalam kajian industrialisasi nasional, atau menjadi masalah dalam mengatasi de-industrialisasi nasional. Utang untuk membeli barang impor adalah hal paling buruk dalam kajian ilmu ekonomi.
Namun itulah yang dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga sekarang ini, yakni mengambil utang untuk membeli BBM impor. Bayangkan jika semua utang itu adalah utang luar negeri, maka bangkrutlah ekonomi nasional. Sementara PPN melakukan impor sekitar 23 miliar dollar BBM dan 4,5 miliar dolar LPG.
Sampai dengan tahun 2023 Pertamina Patra Niaga telah mengambil utang USD3,2 miliar utang jangka pendek. Jika dirupiahkan utang PPN tersebut mencapai 50 triliun rupiah. Dari utang yang akan jatuh tempo tersebut, sebesar USD1,5 miliar merupakan pinjaman modal kerja yang dapat diperpanjang dan USD1,6 miliar merupakan pinjaman pemegang saham dari Pertamina.
Menurut laporan lembaga pemeringkat utang, kas Pertamina Patra Niaga tidak cukup untuk membayar utang jangka pendek mereka. Sehingga akan mengambil utang tambahan senilai USD1,7 miliar dengan Pertamina dari PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Mandiri. Melalui Pertamina, Pertamina Patra Niiaga akan mengambil fasilitas kredit yang dijamin pemerintah senilai USD3 miliar dari Bank Mandiri, BRI, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero). PPN juga akan mengambil sekitar USD2 miliar fasilitas kredit bilateralnya sendiri dengan berbagai bank. Jika semua utang itu diambil maka utang PPN akan bertanbah 6,7 miliar dollar atau 104 triliun rupiah.
Kecendrungan PPN pada usaha menimbun utang mengambil kesempatan sebagai perusahaan sub holding..Publik harus mewaspadai karena utang PPN dan bunganya akan segera menjadi beban biaya perusahaan dan pada akhirnya akan menjadi beban negara dan masyarakat..Mengingat sebagian besar jualan PPN adalah barang subsidi dan merupakan penugasan pemerintah. Lah kok dibiayai dengan utang? Apakah karena terlalu banyak penumpang gelap bisnis barang bersubsidi ?
(***)