KedaiPena.com – Keputusan pemerintah untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan, perlu dititikberatkan pada suatu konsep desain yang berkelanjutan dan mempertimbangkan kondisi alam dalam setiap pembangunannya sekaligus memperhatikan fungsi dan wewenang dari badan otorita sebagai pengelolanya. Tanpa pemahaman akan semua aspek tersebut, maka konsep sustainability dan manajemen wilayah tak akan tercapai.
Pakar Tata Ruang Yayat Supriatna menyampaikan sejak awal memonitor pembangunan tata ruang Ibu Kota Negara (IKN), ia memang melihat banyak perdebatan pentingnya memindahkan ibukota.
“Alasan terbesarnya adalah berbagai masalah yang ada di Ibukota Jakarta. Sehingga tak jarang muncul prasangka bahwa pindah ibukota ini hanyalah langkah untuk lari dari masalah. Harus diakui bahwa Jakarta merupakan ibukota warisan, yang bukan direncanakan sejak awal. Yang direncanakan semua aspek dari suatu kota untuk mengantisipasi berbagai masalah yang timbul,” kata Yayat dalam diskusi yang digelar oleh Forest Watch Indonesia, Minggu (27/2/2022).
Ia menyebutkan jika melihat pemindahan ibukota yang dilakukan oleh negara lainnya, contohnya Malaysia, memang selalu terjadi pada negara federal.
“Artinya, memang negara-negara tersebut hanya membutuhkan satu fungsi saja. Yaitu pusat pemerintahan saja. Sementara, Indonesia kan kosnpenya negara kesatuan. Sehingga fungsi ibukota tidak hanya sebagai pusat pemerintahan tapi juga fungsi lainya,” urainya.
Dan menariknya, sistem pemerintahan ibu kota baru ini menurut Yayat mengadopsi konsep otorita yang selevel kementerian dan langsung di bawah presiden. Karena Indonesia tidak mengenal desentralisasi fungsional. Hanya mengenal desentralisasi teritorial, dimana kewenangan fungsi pemerintahan dibagi kepada pemerintah nasional, pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
“Indonesia belum pernah membagikan kewenangan pada lembaga. Kalau kita mencontoh Belanda, yang membagi kewenangan pada lembaga, akan menjadi dinamika pendapat. Saat diskusi dengan DPR pun ini ramai dibahas. Karena akan ada pemeliharaan pembiayaan dan nanti pemasukan yang masuk akan digunakan untuk apa. Sangat penting dibahas wewenang dan batasannya,” urainya lagi.
Berdasarkan tiga pemetaan wilayah IKN, Yayat mengungkapkan, memang dinyatakan ada beberapa wilayah yang merupakan bekas wilayah pertambangan korporasi tertentu.
“Kalau dari survei yang kami lakukan, kawasan intinya memang bersih yang merupakan bekas hutan tanaman industri yang dulunya dikelola oleh suatu badan usaha. Yang menjadi perdebatan, sebuah kota itu kan bukan hanya suatu areal yang luas. Tapi keberlanjutan, kualitas hidup dan daya dukung tanahnya sehingga pembangunannya nir masalah,” ungkap Yayat.
Disinilah menurutnya, tantangan dalam mengembangkan kota. Bagaimana suatu kota dibangun dengan konsep modern di sebuah wilayah yang memiliki kendala lingkungan yang tinggi.
“Jadi yang penting kan konsepnya harus mampu membangun kota yang berkelanjutan. Hal ini tentunya akan dibayar dengan biaya yang cukup tinggi dan juga menciptakan suatu eklusifitas pada wilayah tersebut. Jangan membayangkan kawasan inti pusat pemerintahan ini nanti seperti Jakarta. Tapi akan lebih mengedepankan pemanfaatan teknologi yang selaras dengan alam dan terintegrasi tanpa melibatkan angkutan umum,” paparnya.
Salah satu masalah utama yang mencuat, kata Yayat, adalah masalah ketersediaan air yang berkelanjutan. Karena saat melakukan survei, diketahui bahwa sumber utamanya adalah salah satu bendungan di wilayah tersebut.
“Sehingga sangat penting untuk mengedepankan rancang bangun dan tata kelola air yang berkelanjutan. Dimana baik saluran maupun penampungan dapat optimal dibangun dan mampu menopang kebutuhan air di wilayah tersebut. Yang artinya, akan ada implikasi pula pada tarif airnya,” paparnya lagi.
Atas berbagai kebutuhan tersebut, Yayat menegaskan kepada otorita yang diberikan tanggung jawab pengelolaan IKN, sangat penting untuk mengambil kekeputusan cerdas.
“Artinya otorita harus mampu memilih investor yang tidak hanya bagus di awal tapi juga mampu menghilangkan masalah biaya pemeliharaan saat IKN berjalan dan tarif yang dibebankan juga tak memberatkan masyarakat yang tinggal disana. Jangan pembangunannya malah hanya jadi beban kedepannya,” pungkasnya.
Laporan: Natasha