KedaiPena.Com – Anggota Komisi IV DPR RI Akmal Pasluddin menilai persoalan perubahan iklim perlu dijadikan isu sentral oleh pemerintah. Sebab, Indonesia menjadi pusat perhatian dunia atas komitmennya untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% hingga tahun 2030.
“Persoalan pengurangan emisi karbon ini  merupakan harapan semua bangsa terhadap Indonesia agar mampu untuk mencapainya. Wajar, karena luasan hutan negara ini masuk pada kategori 10 terluas di dunia,†jelas Akmal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/10).
Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, Indonesia memiliki hutan tropis ketiga terbesar di dunia. Sedangkan secara luas, Indonesia menempati peringkat delapan hutan terluas, setelah Rusia, Brasil, Kanada, Amerika Serikat, China, Australia, dan Republik Demokratik Kongo.
“Namun yang menjadi kekhawatiran adalah kecepatan penyusutan luasan hutan di negara ini sangat pesat sehingga perlu peningkatan kewaspadaan oleh semua pihak terutama pemerintah,†ucap Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II ini.
Akmal menjelaskan bahwa kerusakan hutan di berbagai dunia termasuk Indonesia telah berpengaruh signifikan terhadap perubahan iklim.
“Ketika iklim berubah, terutama pada dampak peningkatan suhu global, akan mengakibatkan persoalan serius di berbagai aspek kehidupan baik hewan, tumbuhan bahkan manusia,†tegas Akmal.
Oleh karena itu, ke depan, Akmal mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih serius menjadikan isu perubahan iklim ini menjadi perhatian prioritas. Hal itu karena berdasarkan hasil dari banyak riset, dikemukakan bahwa penurunan produksi pangan tingkat dunia akibat kemampuan adaptasi tanaman pangan dari spesies rerumputan termasuk padi, tidak dapat mengimbangi kecepatan perubahan iklim. Ketika produksi pangan ini terganggu, maka masalah serius terhadap kelangsungan umat manusia menjadi terancam.
“Perubahan iklim ini merupakan hal serius sehingga negara-negara dunia melalui PBB senantiasa melakukan konferensi tiap tahun untuk membahasnya. Konferensi perubahan Iklim yang sering disebut Conference of the Parties (COP), kini sudah memasuki yang ke 22 tahun ini di Marrakesh, Marrakech, Morocco yang sebelumnya di Paris tahun lalu berbentuk Paris Agreement,†jelas Akmal.
Namun sayangnya, lanjut Akmal, pada Paris Agreement, Indonesia belum meratifikasi pada kesepakatan yang telah ditandatangani presiden Jokowi pada tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Tujuan utama Paris Agreement ini adalah untuk memperkuat respon global terhadap ancaman perubahan iklim dengan menjaga temperatur global meningkat abad ini, jauh di bawah 2 derajat Celsius.
“Saya akan mendorong dan mengawal agar Ratifikasi ini jadi agenda pembahasan di DPR dan mempercepat proses persetujuan perjanjian Paris pada COP21. Sebab, apabila hingga pelaksanaan COP 22 di Maroko kita belum sempat meratifikasi perjanjian paris pada COP 21, kita akan menjadi gunjingan tidak sehat oleh negara-negara di dunia,†tutup Akmal.
Â
(Prw)