KedaiPena.com – Berbagai tantangan yang menggelayuti Pertamina seakan-akan menggerogoti kepercayaan publik pada kinerja pemerintah. Satu-satunya langkah untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat, menurut Ekonom Konstitusi Defiyan Cori adalah jajaran Direksi BUMN Pertamina harus menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi secara transparan sesuai prinsip pertanggungjawaban (akuntabilitas) publik dan mendesak KPK untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas dan menjauhkan Pertamina dari ajang transaksi politik.
Defiyan menjelaskan selama periode 2019-2021, jajaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Pertamina menghadapi tantangan yang semakin menumpuk dan bebannya tidak ringan kalau tidak bisa dinyatakan berat.
“Menurut catatan BBC Indonesia, kebakaran kilang yang berfungsi mengolah minyak mentah menjadi produk jadi Bahan Bakar Minyak dan jenis lainnya telah terjadi selama empat kali. Dan, sampai saat ini penyelesaian tuntas atas penyebab kebakaran masih menjadi tanda tanya publik, meskipun sudah mengerahkan banyak lembaga investigasi, termasuk dari negara lain, yaitu Det Norske Veritas (DNV)sebuah lembaga terakreditasi dan biro klasifikasi internasional yang berkantor pusat di Høvik, Norwegia,” kata Defiyan dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (14/11/2021).
Selain itu, lanjutnya, yang mutakhir adalah kasus yang ditemukan oleh Komisaris Utama nya, Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok yang resmi menjabat pada Hari Senin, 25 November 2019 lalu dengan misi khusus yang diberikan tugas khusus oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) membereskan sumber kekacauan di perusahaan tersebut.
Seperti menanggapi tantangan LBP itu, Ahok lalu mempersoalkan pembelian gas alam cair atau LNG yang kini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada Hari Rabu, 6 Oktober 2021 Ahok menyatakan, bahwa semua hasil audit internal perseroan mengenai persoalan tersebut sudah disampaikan kepada jajaran direksi dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“BUMN adalah entitas ekonomi dan bisnis yang merupakan mandat konsitusi ekonomi yang harus dijaga marwah dan kehormatannya dalam memperoleh dukungan publik serta mempertahankan pelayanan optimal ceruk pasar tradisionalnya untuk keberlanjutan ketersediaan energi secara terjangkau, memadai, ekonomis dan berkelanjutan (sustainability), termasuk penopang keuangan negara,” urai Defiyan.
Sehingga sangat penting untuk menyelamatkan kelembagaan serta mengamankan ketersediaan dan kepastian produksi minyak dan gas bumi menjadi Bahan Bakar Minyak dan Elpiji karena merupakan cabang produksi penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
“Insiden atau musibah kebakaran kilang Pertamina dalam periode Tahun 2021 yang terjadi berkali-kali berpotensi menghambat produksi, menurunkan kapasitas produksi, mengurangi ketersediaan dan jaminan pasokan ke masyarakat konsumen dalam jangka pendek. dalam jangka akan merugikan keuangan Pertamina dan Negara serta mengurangi kemampuan Pertamina sebagai BUMN untuk melakukan pengembangan investasi secara mandiri serta membuat ketergantungan kepada utang atau global bond yang semakin besar,” urainya lebih lanjut.
Selama bertahun-tahun hingga usia Pertamina menjelang 65 Tahun pada tanggal 10 Desember 2021, seluruh masyarakat konsumen Indonesia sangat mempercayai keberadaan BUMN tanpa bisa berpindah ke lain hati atau perusahaan asing lain yang sejenis untuk membeli berbagai produknya.
“Pertamina harus merawat dengan baik sikap nasionalisme masyarakat konsumen ini,” tegas Defiyan.
Tercatat selama pandemi Covid19 berlangsung, ditengah berbagai kinerja negatif perusahaan minyak dunia yang berpengalaman, jajaran Direksi beserta karyawan Pertamina berhasil menunjukkan kinerja positif dengan membukukan laba sejumlah US$183 Juta atau setara Rp2,6 Triliun pada semester I-2021.
“Jangan sampai karena kasus korupsi yang ditangani KPK itu, berakibat pada kemerosotan penjualan BBM Pertamina!,” tandasnya.
Defiyan menyebutkan dugaan korupsi yang menyita perhatian publik ditengah kondisi harga minyak mentah dunia yang meningkat mencapai US$80 per barrel per tanggal 5 Oktober 2021 tentu dengan adanya begitu banyak masalah kinerja jajaran Direksi yang tidak terselesaikan akan mempersulit posisi Pertamina sebagai perusahaan untuk menyesuaikan harga BBM dikemudian hari disebabkan oleh sikap antipati publik terkait adanya kasus perjanjian jual beli LNG yang terindikasi korupsi.
“Publik bisa saja menilai penyesuaiann harga BBM yang dilakukan Pertamina juga akan terindikasi hal serupa,” pungkasnya.