KedaiPena.Com – Presiden Joko Widodo sempat ‘shock’ dengan mahalnya harga avtur. Ia juga baru tahu bahwa harga avtur yang dijual di Bandara Soekarno-Hatta itu dimonopoli oleh pertamina sendiri.
Jokowi kemudian memberi Pertamina dua pilihan, menyamakan harga avtur dengan harga internasional, atau pemerintah akan mendatangkan kompetitor terkait penjualan avtur di dalam negeri.
Pengamat migas Iwan Ratman menilai sebenarnya Pertamina bisa tidak memonopoli penjualan Avtur. Sebab, ada pihak swasta yang mau ‘bermain’ di ranah tersebut.
“Ada swasta AKR Corporation dan BP (British Petroleum),” kata Iwan kepada KedaiPena.Com di Jakarta, ditulis Senin (25/2/2019).
Dari segi harga, imbuh Iwan memang harga avtur Pertamina tinggi. Yakni 84 dolar AS per barrel. Yang jadi masalah adalah efisiensi supplai chain avtur Pertamina.
“Kalau pertamina belinya mahal, maka dijualnya juga mahal karena mereka cari untung,” sambungnya.
Iwan kemudian menceritakan, ketika ‘trading’ di Rotterdam dan pasar migas lain, ada avtur yang dijual dengan harga 54 dolar per barrel.
“Kalau Pertamina beli 75 dolar per barrel, ya kemahalan, tapi dari kami 54 barel. Selisih 21 dolar,” Iwan melanjutkan.
Kalau Pertamina membeli satu kapal tanker dengan kapasitas 2 juta barel, maka ‘saving’-nya bisa 42 juta dolar atau Rp600 miliar.
Sementara, jika sebulan ada empat kapal, maka uang yang bisa di-‘saving’ Rp2,4 triliun. Dan setahun ada Rp30 triliun yang diselamatkan. Uang sebesar itu bisa dikonversi jadi keuntungan.
“Sementara, kalau harga modal 54 dolar AS per barrel, dan mereka cari untung 10 dan jual 64 dollar, masih untung mereka (Pertamina),” papar Iwan.
Jadi, masalah utamanya yang perlu dicek adalah ketidakefisien Pertamina dalam pengadaan avtur itu. Di situ ada potensi korupsi, karena jelas mafia bermain dan cari untung ‘cuan’ alias komisi.
“Tingginya harga avtur pasti berpengaruh ke ekonomi nasional. Harga tiket pesawat pasti akan mahal, mana mau pengusaha rugi. Dan yang paling kena dampak adalah Pertamina,” tandas Iwan.
Laporan: Muhammad Hafidh