KedaiPena.com – Business Development Manager Pertamina New Renewable Energy (NRE), Adrisman Tahar mengungkapkan komitmen ambisius Pertamina terhadap transisi energi. Ia menyampaikan bahwa perusahaan energi pelat merah tersebut telah mengalokasikan 30 persen dari total belanja modal (capex) senilai USD 40 miliar untuk pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) hingga tahun 2060.
”Jadi 40 billion USD itu 30 persennya akan dialokasikan ke new and renewable energy. Ini aspirasi Pertamina untuk mencapai net zero emission di 2060 atau mungkin bisa lebih cepat. Jadi terkait spesifik, terkait pencapaian net zero energy ini, kita bisa lihat di key strategy target ada 6 hal yang gede,” kata Adrisman pada gelaran Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024 di Jakarta, ditulis Selasa (18/9/2024).
Enam strategi besar itu diantaranya, untuk Biofuel target produksinya mencapai 200 kilobarel per day (kbpd) dari hydrogenated vegetable oil (HVO) dan hydrogenated fatty acid (HEVA). Energi Terbarukan (ET) target produksinya mencapai kapasitas 60 gigawatt, atau sekitar 15 persen dari total kapasitas energi di Indonesia.
Hydrogen ditargetkan mencapai produksi 3 metrik ton per tahun (MTPA). Baterai dan EV target produksinya mencapai 80 Giga Watt hour (GWh). Implementasi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) kapasitas End to end process (E2E) 60 MTPA. Terakhir Carbon Bussiness 20+ mn Tc02 di 2030.
Adrisman menyoroti pencapaian Pertamina dalam sektor Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), di mana perusahaan telah mencapai kapasitas 55 megawatt peak, yang tersebar di lebih dari 400 lokasi, termasuk SPBU dan fasilitas upstream seperti Pertamina Hulu Rokan.
”Specifically di PLTS, mungkin kalau dibanding dengan pemain-pemain internasional, kita kalah ya. Tapi untuk Indonesia mencapai kapasitas kira-kira 55 megawatt, peak capacity is a big achievement anyway. Jadi saat ini untuk PLTS, kita sudah bisa mencapai 55 megawatt peak.Tersebar di banyak lokasi, mungkin ada 400 lokasi. Mulai dari skala paling kecil, kita pasangin di SPBU-SPBU dengan kapasitas 3 kilowatt. Sampai yang paling gede, kita punya 25 megawatt peak di upstream, di afiliatnya Pertamina, di Pertamina Hulu Rokan,” tambah Adrisman.
Selanjtunya Adrisman menyatakan bahwa perkembangan energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, mulai dari minimnya insentif hingga regulasi yang kurang ramah pasar. Ia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan lebih besar melalui kerangka regulasi yang mendukung dan insentif yang kompetitif, seperti yang diterapkan di negara-negara tetangga.
“Tidak usah jauh-jauh, kita lihat saja di region, kita lihat Filipina, kita lihat Vietnam, kita lihat Singapura, kita lihat Malaysia. Ada incentive dan disincentive. Apa yang harus dikasih incentive dan apa yang harus dikasih disincentive. Nah itulah yang akan mungkin membuat project-project renewable, sustainability ini, itu akan berkembang lebih pesat,” tutupnya.
Laporan: Ranny Supusepa