KedaiPena.com – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komis VII DPR RI, PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading Pertamina, meminta pada pemerintah untuk mengkaji ulang besaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar.
Dijelaskan, bahwa besaran subsidi Solar yang ditetapkan pemerintah saat ini sebesar Rp1.000 per liter sudah tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan menjelaskan, dengan harga jual BBM Solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) saat ini sebesar Rp6.800 per liter saat ini, dan subsidi hanya Rp1.000 per liter, jumlah kompensasi yang nantinya harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina mencapai Rp5.000 per liter.
“Terkait dengan JBT (Jenis Bahan Bakar Tertentu) Solar, kami juga ingin menyampaikan dan permohonan dukungan untuk melakukan peninjauan terhadap angka subsidi, di mana angka subsidi yang ada dalam formula besarannya adalah Rp1.000 dan mohon kiranya bisa mendapat dukungan untuk dapat melakukan perhitungan ulang karena angka kompensasinya sendiri sudah mencapai Rp5.000 per liternya,” kata Riva, Selasa (28/05/2024).
Ia menyebutkan jika program subsidi tepat sasaran, pertumbuhan permintaan BBM Solar bersubsidi dapat ditekan, dan potensi penyalahgunaan dapat dideteksi sejak awal.
Pada 2023, realisasi penyaluran Solar bersubsidi mencapai 16,63 juta kilo liter (kl), lebih rendah dari prognosa awal 17,5 juta kl atau kuota 2023 16,65 juta kl. Begitu juga bila dibandingkan dengan realisasi penyaluran pada 2022, turun 0,4 persen. Pada 2022 realisasi penyaluran Solar subsidi tercatat mencapai 16,69 juta kl.
Dipaparkan bahwa pengguna terbesar Solar subsidi ini yaitu 52,4 persen kendaraan non pribadi, 45,7 persen kendaraan pribadi, dan 1,9 persen layanan umum.
Dari jenis kendaraannya, 60,7 persen dikonsumsi kendaraan roda empat, 32,4 persen roda enam, dan 6,9 persen lebih dari roda enam.
Adapun perkiraan penyaluran BBM Solar bersubsidi pada 2024 ini mencapai 17,71 juta kl, lebih rendah dari kuota 2024 sebesar 17,80 juta kl.
Laporan: Ranny Supusepa