Artikel ini ditulis oleh Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle (SMC).
Negara tidak akan pernah ada jika tidak ada uang untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Pemerintah butuh biaya untuk mengatur upaya-upaya kemakmuran bersama. Dalam negara berbasis Islam, uang dipungut dalam bentuk Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS).
Membayar Zakat sifatnya obligasi, sedangkan infak dan sedekah bersifat sukarela. Semua uang itu dikumpulkan dalam Baitul Maal.
Di negara barat, uang dikumpulkan melalui pajak. Pajak dikenakan pada individual maupun korporasi.
Jenis pajak bervariasi, seperti pajak penghasilan, pajak restoran, pajak pertambahan nilai, pajak warisan, pajak lingkungan dan lain sebagai.
Uang ini akan dianggarkan dalam rencana pembelanjaan negara.
Soal pajak ini, secara filosofis sebagian orang menuduh pemerintah mencuri (theft) uang rakyat, karena rakyat bekerja keras, sedangkan pemerintah hanya menarik uang mereka, bahkan dengan paksa.
Hal ini khususnya dirasakan kalangan liberal/konservatif, yang merasa bahwa kekayaan mereka adalah semata-mata karena kerja keras individual mereka, tidak ada urusan negara.
Kelompok lainnya melihat dari sisi berbeda. Mereka melihat justru uang yang diambil dari rakyat itu, pajak dan lainnya, justru dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang ideal, harmonis dan bahagia.
Tax Justice Network, sebuah LSM di Inggris, dalam websitenya, “What are the four ‘RS’ Of tax?”, mengatakan ada 4 R yang penting dari pajak untuk kebaikan, yakni:
1) Revenue, pendapatan untuk membiayai pelayanan umum dan infrastruktur.
2) Redistribusion, redistribusi kekayaan negara dan bangsa untuk tercapainya keadilan.
3) Repricing, yakni mengontrol harga untuk mengendalikan hal-hal buruk buat kepentingan umum, seperti rokok dan emisi karbon.
4) Representation, yakni membangun masyarakat demokratis.
Pejabat komisioner IRS di Amerika selalu berada dalam tekanan tarik menarik dalam melayani pajak untuk keperluan perang dan keadilan rakyat versus pajak untuk melayani orang-orang kaya. Namun, umumnya pejabat pajak tidak terlibat dalam skandal kejahatan memperkaya diri mereka.
John Konsinen, mantan komisioner IRS di era Obama dan Trump, misalnya, mendapatkan tekanan berupa resolusi impeachment dari pihak Republikan, karena dianggap terlibat menginvestigasi harta orang-orang kaya.
Sebaliknya, mendapatkan tekanan dari Partai Demokrat agar menyelesaikan pembebasan pajak bagi semua lembaga sosial dan lembaga amal.
Tekanan ini merupakan persoalan tarik menarik ideologis, bukan seperti Rafael dan kawan-kawannya di Indonesia, yang memperkaya diri secara rakus.
Dalam sejarah Islam, urusan negara dan Zakat juga merupakan hal yang rumit. Pejabat negara berhak atas uang Baitul Mal, tapi moralitas hostoris yang diperlihatkan para Khalifah begitu ketat sekali.
Pemimpin Islam tidak boleh memperkaya diri dari uang Zakat itu. Bahkan, dikisahkan Kalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mengembalikan uang Baitul Maal yang pernah dia pakai selama berkuasa. Meskipun itu hak dia.
[***]