KedaIPena.Com – Anggota Komisi IV DPR RI, Bambang Purwanto meminta pemerintah melakukan langkah cerdas dan terukur dalam mengendalikan kenaikan harga minyak goreng di tengah masyarakat saat ini. Pasalnya, lanjut Bambang, saat ini pemerintah terkesan gagap dalam menghadapi persoalan minyak goreng.
“Contohnya ketika produksi Crude Palm Oil (CPO) dunia turun kita ikut terpengaruh, padahal kita ini negara penghasil minyak sawit terbesar juga di dunia. Itu artinya negara tidak mampu mengkapitalisasi potensi besar minyak sawit kita. Kita masih didikte kekuatan pasar global,” sindir Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat itu kepada wartawan, Selasa, (8/2/2022).
Padahal, lanjut Bambang lagi, komoditas sawit yang selama ini sering mendapat serangan dari luar justru mampu memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap pendapatan nasional bahkan bisa menjadi komoditas andalan ke depannya.
“Selain itu disaat harga CPO dipasar dunia tinggi justru berdampak positif terhadap para petani sawit yang ikut tumbuh,” ungkapnya.
Hanya saja, kata dia, dibalik tingginya harga sawit yang sedang dinikmati para petani sawit dilain sisi juga diikuti dengan harga pupuk yang naik 100 persen.
“Imbasnya keuntungan dari tingginya sawit yang dinikmati petani hanya bersifat sementara alias petani sawit justru dihadapkan pada dilema dimana harga pupuk justru melambung tinggi dan harga minyak goreng juga melejit akibat harga CPO yang tinggi di pasar dunia. Ini ironi saya kira,” lirih Bambang.
Menurutnya, bila mencermati fenomena ini tentu bisa dikatakan atau merupakan kelengahan dari Pemerintah dalam mengendalikan perkembangan harga minyak goreng.
Padahal, kata dia, ketika harga minyak goreng tidak mampu dikendalikan maka akan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan kehidupan masyarakat.
“Dan inflasi saya kira tak bisa terhindarkan kalau kondisi ini terus berlarut-larut tanpa ada strategi dan solusi yang nyata dari pemerintah,” tandasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Bambang menyarankan agar pemerintah mengambil langkah konkret dengan menurunkan serta menstabilkan harga minyak goreng salah satunya.
Dan, kata Bambang menyarankan lagi, Pemerintah harus berfikir tepat, cerdas dalam mengatasi persoalan ini.
“Jangan sampai berpengaruh terhadap harga sawit karena ketika kebijakannya salah dan menekan pengusaha sawit bukan mustahil para pengusaha akan menurunkan harga sawit yang akan berdampak kepada harga sawit para petani,” ujarnya.
Fakta di lapangan, ungkap Bambang, pengusaha sudah mulai menurunkan harga sawit yang kemungkinannya disebabkan kebijakan yang kurang tepat dari pemerintah.
“Kalau sudah begini, akhirnya petani juga yang menanggung akibatnya, ditambah lagi harga pupuk sudah naik gila-gilaan. Tentu saja kondisi ini memberatkan para petani sawit dan dampak luasnya yaitu masyarakat akan merasakan harga minyak goreng tinggi, bahkan langka,” tegasnya.
Bambang juga menyarankan agar pemerintah memaksimalkan dana pengelolaan sawit yang belum digunakan secara maksimal. Dana tersebut, kata dia, bisa dialokasikan untuk skema subsidi minyak goreng nantinya.
Menurutnya, subsidi diperlukan guna menempuh jalan tengah semua kepentingan masyarakat baik itu masyarakat pengusaha, petani sawit hingga masyarakat umum.
“Subsidi merupakan win win solution dalam mengatasi persoalan minyak goreng ini. Adapun langkah pemberian subsidi saya kira bisa dengan memanfaatkan dana potongan CPO yang dikelola oleh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).” ujarnya.
Bambang mengungkapkan, dana yang dikelola BPDPKS sangat besar dan selama ini penggunaannya untuk replanting, infrastruktur, pelatihan petani kebun sawit rakyat dan promosi, subsidi biodiesel.
“Dari beberapa item itu alokasi dana untuk biodiesel paling tinggi, tapi yang menikmati juga para pengusaha sawit. Jadi alangkah baiknya alokasi dana untuk biodesel ini bisa dimanfaatkan sebagian untuk subsidi minyak goreng agar harga minyak goreng tetap stabil dan tidak mengganggu harga sawit ditingkat petani sawit,” tutupnya.
Laporan: Muhammad Hafidh