Artikel ini ditulis oleh Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST
Akhirnya PLN mengeluarkan pengumuman bahwa paling lambat 30 Mei 2022 bagi masyarakat yang keberatan daya listriknya dirubah dari 450 VA menjadi 1300 VA, agar melapor ke PLN dengan membawa surat keterangan penerima subsidi maupun bansos.
Atau dengan kata lain mulai Juni 2022, secara prinsip kelistrikan akan diterapkan secara mekanisme pasar bebas tanpa subsidi. Tarip listrik bisa naik/turun mengikuti hukum pasar supply and demand di luar kendali pemerintah. Artinya untuk menaikkan tarip listrik tidak perlu diumumkan seperti biasa.
Dengan demikian pernyataan Menteri ESDM pada 24 April 2022 yang dimuat antara lain oleh CNBC Indonesia, yang menyatakan setelah lebaran akan mengumumkan kenaikan tarip listrik, tidak diperlukan lagi, karena tarip listrik sudah mengikuti kehendak pasar atau sebenarnya mengikuti kehendak Kartel Listrik Swasta. Karena posisi Kartel Liswas saat ini sudah memonopoli kelistrikan di Indonesia menggantikan monopoli PLN. Sedang PLN hakekatnya sudah “almarhum” kecuali hanya menjadi EO (Event Organizer) yang melayani kepentingan Kartel!
Dahulu, ketika kelistrikan masih dikuasai PLN, kenaikan tarip listrik dibedakan kedalam kenaikan tarip reguler atau adjustment tarip (karena inflasi dan price contingency yang lain dan biasanya dibawah 5 persen), dan irreguler (karena kebijakan subsidi dan biasanya lebih besar dari 10 persen).
Golongan tarip bersubsidi adalah 450 VA – 900 VA, sedang daya 1300 VA keatas adalah tarip non subsidi. Dengan demikian pengumuman diatas bermaksud menghilangkan golongan tarip subsidi.
Biasanya Pemerintah akan menggantinya dengan subsidi langsung berupa uang tunai. Tetapi cara ini ditengarai hanya sebagai modus Pemerintahan Kapitalis dalam menerapkan jurus-jurusnya. Karena berapa orang jumlah penerima subsidi langsung, berapa yang diterima, dan sampai kapan? Semuanya absurd dan tidak mungkin dikontrol!
Dengan demikian Pemerintah tidak memperhatikan sama sekali putusan putusan MK 2004 dan 2016. Sehingga rakyat tidak mendapat perlindungan konstitusi dari negara.
Semua ini terjadi karena instalasi kelistrikan yang sesuai konstitusi harusnya dikuasai oleh PLN, saat ini 85 persen telah dikuasai Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga yang berkonspirasi dengan Luhut BP, JK, Erick Tohir dan Dahlan Iskan . Bahkan Dahlan Iskan telah menjual Ritail seperti Blok SCBD Soedirman- Jakarta ke Tommy Winata mulai 2010. Begitu juga System Token yang vouchernya bukan PLN lagi tetapi bisa diperoleh di Alfamart, Indomart, serta gerai-gerai lain juga akibat kebijakan Dirut PLN Dahlan Iskan di tahun yang sama. Semua itu telah mengakibatkan terjadinya pemisahan usaha ketenagalistrikan (Unbundling) yang melanggar UUD 1945 pasal 33 ayat (2). Terlebih lebih dengan dikuasainya pembangkit-pembangkit oleh Jawa 7 (Konsursium Shenhua, JK , PJB) Chengda, Bimasena (Keluarga Erick Tohir, Itetsu, Sumitomo ), Sumber Segara Prima (China dan PJB) , Paiton Energy (Konsursium GE, Mitsui, Tepco, Toba Bara/Luhut BP), semuanya mengakibatkan Unbundling Vertikal yang parah, melanggar konstitusi, dan menciptakan mekanisme pasar bebas kelistrikan, dan naiknya tarip listrik secara liar.
Apalagi setelah terbentuknya Subholding Trasmisi nantinya, karena PLN P2B akan lepas menjadi Lembaga Independent yang berfungsi sebagai Pengatur System Kelistrikan dan Pengatur Pasar Kelistrikan.
Maka Jawa-Bali akan terjadi MBMS (Multy Buyer and Multy Seller) System, dengan akibat tarip listrik sangat mahal, karena tidak ada subsidi lagi! Dan pertama kali dilepas seperti terjadi di Kamerun dan Philipina, tarip bisa melejit minimal lima kali lipat!
Dengan demikian Perubahan daya 450 VA menjadi 1.300 VA ditengarai akan disusul dengan pembentukan Subholding Transmisi dan selanjutnya penerapan MBMS.
Kesimpulan
Semua ini terjadi akibat pengelolaan sektor ketenagalistrikan dengan cara gampangan oleh para Peng-Peng bak Pagar Makan Tanaman!
Magelang, 15 Mei 2022
(###)