KedaiPena.Com – DPR RI berhasil “menipu” rakyat Indonesia. Mereka berkolaborasi dengan Istana dan Polri sebagai.
“DPR secara licik melakukan pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) melalui paripurna yang dipercepat atau diubah jadwalnya,” kata Syafril Sjofyan, Pengamat Kebijakan Publik, kepada KedaiPena.Com, Selasa (6/10/2020).
Padahal Sekretariat DPR-RI sebelumnya mengeluarkan rilis bahwa tidak ada jadwal untuk Paripurna pada 5 Oktober 2020, hanya rapat Bamus.
“Sebelumnya Kapolri melarang unjuk rasa buruh pada 6-8 Oktober dengan instruksi dikeluarkan pada tanggal 2 Oktober 2020, alasannya mencegah penyebaran Covid. Ternyata paripurna DPR RI dipercepat pelaksanakannya jadi 5 Oktober 2020 pada sore hari,” sambung dia.
Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) ini menambahkan, hal tersebut tentu sudah dipersiapkan dengan permufakatan dan lobi tingkat tinggi dari pihak Istana, menteri, pimpinan DPR-RI.
“Ribuan polisi telah dikerahkan sebelumnya untuk melakukan pencegatan dan penghadangan di pabrik-pabrik dan di jalanan yang akan dilewati buruh menuju Jakarta. Jalan ditutup dengan barikade polisi, konon bus-bus yang akan mengangkut buruh disita kunci kontaknya, supaya buruh tidak bisa berunjuk rasa,” imbuh dia.
Syafril menilai hal ini sebagai persekongkolan yang nelanggar konstitusi TAP MPR No. XVII/98 Tentang HAM, UUD 45 pasal 28, UU NO. 9/1998 pasal 6, UU No. 39/99. Bahwa unjuk rasa dilindungi konstitusi, tidak boleh dihalangi.
“Semua UU tersebut secara kasat mata dilanggar oleh kekuasaan secara otoriter melalui oleh persekongkolan dan tipuan yang tidak patut dan tidak beradab, demi meloloskan UU Cipta Kerja yang sangat kontroversial dengan proses yang tidak partisipatif, sangat banyak ditolak oleh berbagai pihak,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi