KedaiPena.Com – Beberapa program yang sedang digalakkan oleh organisasi Islam terkait pemberdayaan ekonomi adalah menjadikan Hari Raya Qurban sebagai salah satu bagian untuk meningkatkan pemerataan ekonomi baik di kota maupun di desa.
Hal ini dilakukan dalam rangka menjadikan ketahanan pangan bukan hanya sebagai slogan belaka.
Fakta yang cukup mengagetkan adalah tingkat konsumsi daging Indonesia itu ternyata kalah dengan Malaysia yang hanya 1,9 kg per kapita per tahun. Sementara Malaysia mampu mencatatkan angka 5,47 kg per kapita per tahun
Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis (PEBS) Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliyah Kasri PhD menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadikan ekonomi qurban belum bisa berkembang secara baik di Indonesia.
“Kalau kita melihat potensinya ada sekitar 34,96 juta orang yang berqurban. Itu artinya akan ada 34,96 hewan ternak yang dikembangkan. Kalau dihitung secara rata-rata dengan nilai hewan ternak maka potensi perputaran dana yang ada adalah Rp69,9 triliun pada saat hari raya Idul Qurban,” kata Rahmatina saat peluncuran buku Ekonomi Qurban di Auditorium MM UI Jakarta, ditulis Rabu (22/8/2018).
Ia menyatakan bahwa sebenarnya dana yang terlihat sangat fantastis ini dapat menjadi pendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus sebagai ketahanan pangan.
“Yang pertama kita lihat bahwa efek pertama pada pembukaan lapangan kerja, yang artinya adalah pengurangan pengangguran khususnya di sektor peternakan. Efek berikutnya yang muncul adalah pemberdayaan peternak miskin yang akan mendorong pengurangan angka kemiskinan,” jelas dia.
“Peningkatan ketahanan pangan melalui peningkatan kemampuan memenuhi kebutuhan daging domestik secara lebih mandiri dan pengurangan impor daging, secara otomatis akan menguatkan industri makanan halal. Artinya ini juga berarti menjadi percepatan akselerasi ekonomi Islam di Indonesia,” papar Rahmatina lebih lanjut.
Tapi kenyataan yang ada adalah kegiatan qurban ternyata tidak memberikan dampak secara signifikan selama ini.
“Penyebab pertama adalah terkait dengan pengetahuan dan mindset masyarakat. Ini terkait dengan batasan mampu pada ibadah qurban itu sendiri. Penyebab kedua terkait erat dengan pengelolaan qurban yang selama ini cenderung dilakukan dengan pola tradisional,” ucap Rahmatina.
Penyebab ketiga adalah berasal dari sisi peternak itu sendiri, di mana ada sebagian besar yang mengalami kekurangan modal dalam mengembangkan usahanya.
Di sisi lain, kurang pengetahuan dalam bidang peternakan juga menghasilkan hewan ternak yang tidak berkualitas.
“Yang paling besar adalah lemahnya akses pasar dari para peternak. Akhirnya mereka hanya bisa melakukan transaksi dengan pedagang perantara, yang menjadikan mereka tidak mendapatkan harga yang terbaik dari transaksi tersebut. Sementara pedagang perantara bisa menjual dengan harga yang maksimal,” kata Rahmatina lebih lanjut.
Rahmatina menyatakan dirinya berharap dengan banyaknya organisasi Islam yang melakukan kemitraan dengan para peternak segala tantangan ini bisa diselesaikan.
“Salah satu yang saya ajukan mungkin adalah pembentukan sejenis badan khusus yang bertugas sebagai perantara dalam melakukan pemberdayaan dan pengawasan. Dan langkah kedua, untuk mengoptimalkan sektor ternak bisa dilakukan pengembangan model-model pemberdayaan ternak qurban yang optimal,” ucapnya.
Dan yang penting adalah memperluas dampak sosial serta merubah mindset masyarakat mengenai pemanfaatan jangka panjang ibadah qurban misalnya dapat dikembangkan ‘link and match’ antara kurikulum pendidikan dengan industri peternakan hewan.
Deputi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Arifin Purwakananta menyebutkan kondisi inilah yang mendorong pihaknya untuk melakukan program qurban berdayakan desa.
“Dengan program ini kami berharap dana qurban akan disalurkan kepada peternak peternak binaan kami. Yang dari awal sudah kami berikan bimbingan dan pengarahan untuk melakukan peternakan yang mampu menghasilkan hewan qurban yang optimal. Dengan program ini juga, kami mengadakan pemotongan qurban di daerah peternak itu sehingga selain mereka mendapatkan dana dari pembelian hewan yang mereka kenakan mereka juga mendapatkan potensi perbaikan gizi,” kata Arifin.
Diakui oleh Arifin bahwa Baznas memang pemain baru terkait program qurban ini, sehingga estimasi jumlah hewan kurban itu hingga hari tasyrik sekitar 2000 ekor.
Terkait peluncuran buku Ekonomi Qurban, ia berharap agar publik terbuka pengetahuannya tentang potensi ekonomi qurban. Ia pun berharap agar penembangan ekonomi qurban tidak hanya dilakukan oleh Baznas semata, tetapi juga dilakukan oleh lembaga-lembaga Islam lainnya. Sehingga mampu mendorong perubahan dalam sistem korban secara rasional.
Mengakhiri acara peluncuran buku ini, Arifin meminta agar efisiensi sistem kurban dilakukan di tahun-tahun ke depan, agar momen kurban ini akan mampu menjadi salah satu pondasi dari ketahanan pangan Indonesia.
Laporan: Ranny Supusepa