KedaiPena.com – Penerapan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja dinyatakan berpotensi menghilangkan penerimaan negara Rp33,8 triliun per tahun, yang berasal dari royalti batu bara.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menjelaskan Perppu Ciptaker mengatur tentang royalti nol persen untuk hilirisasi batu bara. Padahal, royalti batu bara menjadi penyumbang terbesar untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor mineral dan batu bara (minerba), yakni mencapai 85 persen.
“PNBP Minerba berada di kisaran Rp173, 5 triliun. Kalau 85 persen maka kontribusi dari royalti batu bara setara dengan Rp147 triliun. Diasumsikan 23 persen dari total produksi batu bara masuk ke gasifikasi, sehingga tidak perlu bayar royalti. Berapa potensi hilangnya penerimaan negara dari pemberlakuan Perppu Ciptaker? Rp33,81 triliun,” kata Bhima, ditulis Minggu (5/2/2023).
Ia menyebutkan angka 23 persen tersebut berasal dari proyek Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
“Di proyek tersebut, sebanyak 23 persen dari total produksi batu bara dijadikan dimethyl ether (DME), atau dilakukan proses gasifikasi batu bara. Inilah produk yang sedang dikembangkan pemerintah untuk menjadi alternatif gas cair atau LPG,” urainya.
Bhima menambahkan, potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp33,8 triliun itu berlaku dalam setahun masa pemberlakuan. Bisa dibayangkan ketika konsesi tambang batu bara diperpanjang menjadi 20 tahun, semakin besar pula potensi kehilangan pendapatan dari negara, yaitu menjadi Rp676,4 triliun.
Di sisi lain, kehilangan pendapatan Rp 33,8 triliun setara dengan 5,7 persen defisit anggaran 2023.
“Artinya, semakin besar insentif kepada perusahaan batu bara, termasuk hilirisasi, maka akan menambah beban keuangan negara. Insentif tidak tepat sasaran dan negara akan menanggung beban utang ke depannya,” urainya lagi.
Selain itu, lanjutnya, Perppu Cipta Kerja memberikan efek negatif terhadap transfer dana bagi hasil (DBH) ke daerah penghasil minerba.
“Padahal, 80 persen dari PNBP royalti ditransfer ke daerah penghasil, baik level provinsi hingga kabupaten. Tercatat lebih dari 12 provinsi dan puluhan kabupaten masih menggantungkan pendapatan daerahnya dari DBH batu bara,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa