KedaiPena.com – Pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono terkait PP 26/2023 untuk pengelolaan ekspor pasir laut Dan Sedimentasi Laut, dinilai Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman terkesan agak menyesatkan publik. Sebab susah dibantah bahwa jelas tujuan utama PP itu adalah untuk ekspor pasir laut.
“Sementara urutan prioritas terakhir untuk pemanfaatan pasir laut tujuan ekspor di Pasal 9 ayat 2 dari PP 26 tahun 2023 itu terkesan hanya untuk mengecoh publik, agar mengurangi tekanan terhadap kebijakan ekspor pasir laut,” kata Yusri, Minggu (4/6/2023).
Yusri menjabarkan, Menteri Trenggono telah menyatakan ke awak media ketika ditanya apa pertimbangan utama untuk penerbitan PP Nomor 26 Tahun 2023, dan ia menjawab pertimbangannya dikarenakan banyaknya permintaan pasir laut untuk kebutuhan infrastruktur proyek pemerintah, termasuk untuk reklamasi IKN dan lain-lain.
“Ini adalah pernyataan yang menyesatkan publik, hanya untuk menutupi tujuan utamanya untuk ekspor pasir laut ke Singapura,” ucapnya.
Kemudian, lanjut Yusri, Trenggono telah menyatakan jika nanti kebutuhan pasir laut dalam negeri sudah tercukupi, barulah boleh diekspor dan saat ini belum ada permintaan ekspor. Jika pun nanti ekspor, itu kewenangan Kementerian Perdagangan.
“Jelas keterangan Trenggono ini mencoba mengecoh, sebab Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan akan menerbitkan izin ekspor berdasarkan rekomendasi ekspor dari Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian KKP,” ucapnya lagi.
Faktanya, Singapura saat ini sangat membutuhkan banyak pasir laut dari Indonesia yang kualitasnya sangat baik, setelah beberapa negara telah menyetop ekspornya.
“Katanya harga kontrak Johor Baru ke JTC (Jurong Town Corporation) adalah sekitar 15 Dollar per meter kubik dan Vietnam sekitar 35 Dollar hingga 38 Dollar per meter kubik FOB Singapore. Menurut informasinya lagi, kebutuhan total pasir laut untuk kebutuhan reklamasi Singapura hingga tahun 2030, adalah sekitar 4 miliar kubik,” ungkap Yusri.
Dijelaskan, jika dibandingkan dari sisi kualitas pasir, jarak suplai dan harga jual, sudah dapat dipastikan Singapura akan memilih pasir laut dari Kepulauan Riau, dibandingkan dari Vietnam, Kamboja, Myanmar, Thailand dan Filipina.
“Sehingga, jika negara kita bisa mengatur sistem satu pintu dalam menjual ke Singapura, yaitu dengan mekanisme negosiasi tanpa tender ke JTC dan BUMN tambang ditunjuk sebagai pimpinan konsorsium, maka target harga bisa mencapai berkisar 18 hingga 21 Dollar Singapura per meter kubik FOB Singapore,” ungkapnya lagi.
Tampaknya, kata Yusri, target itu sesuai dengan Keputusan Menteri KKP Nomor 82 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Pasir Laut Dalam Perhitungan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang ditanda tangani pada 18 September 2021. Dalam Kepmen ini, pada bagian lampiran, disebutkan bahwa pemanfaatan pasir laut untuk ekspor dipatok Rp228 ribu per meter kubik, sedangkan untuk kebutuhan dalam negeri dipatok Rp188 ribu per meter kubik.
“Adapun biaya dregging sekitar 8 Dollar per meter kubik terima di Singapore, PNBP 35 persen dari harga jual pasir laut, ditambah pajak ekspor,” urai Yusri.
Sebelumnya, menurut Yusri, pemerintah telah menerbitkan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021. Pada Pasal 8 PP ini disebutkan PNBP untuk pasir laut sebesar 35 persen dari harga jual.
“CERI mendapat info, pengusaha keberatan terkait tarif PNBP tersebut, mengingat tarif PNPB untuk tambang batubara ex PKP2B hanya 11 persen dan IUP hanya 8 persen. Menurut mereka harga jual butubara jauh di atas harga pasir laut, mengapa mereka dibebankan cukup besar,” katanya lebih lanjut.
Sehingga, kata Yusri, akibat ada potensi cuan besar di depan mata, maka tak heran banyak pejabat berlomba pasang badan dengan menyatakan ekspor pasir laut tidak merusak lingkungan dan malah untuk menyehatkan laut dan mengamankan alur pelayaran.
“Anehnya, termasuk bisa mengendalikan dampaknya hanya memakai GPS, apa benar demikian,” pungkas Yusri.
Laporan: Ranny Supusepa