KedaiPena.com – Pernyataan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi yang menyatakan masyarakat tidak makan nasi berlebihan agar Indonesia tidak memgimpor beras, dinilai oleh Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) sebagai sinyal ketidakmampuan dan kurangnya rasa tanggung jawab atas tugas pokok dan fungsi Bapanas.
Ia berpendapat, sebagai kaki tangan presiden di bidang pangan, Bapanas seharusnya mencari solusi dan peta jalan pangan Indonesia agar Indonesia bisa mewujudkan kemandirian pangan.
“Ini justru kurang bertanggung jawab dan tidak mengerti tupoksi Bapanas sebagai pengkoordinir semua lembaga dan kementerian yang berkaitan dengan pangan mulai dari Kementerian Pertanian, KKP, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN (Bulog) dan Kepala Daerah di semua Provinsi dan Kabupaten di Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021. Harusnya Bapanas bukan malah menekan rakyat untuk mengurangi makan nasi,” kata BHS saat dihubungi, Senin (5/8/2024).
Ia menegaskan saat ini masyarakat kalangan bawah sudah mengalami kesulitan untuk membeli beras karena mahalnya harga. Sementara masyarakat menengah ke atas pun sudah mulai mengurangi konsumsi nasi dengan sendirinya karena takut kelebihan karbohidrat dan gula
“Maka sudah barang tentu masyarakat Indonesia dengan sendirinya mengurangi konsumsi beras,” tegasnya.
Anggota DPR-RI terpilih periode 2024-2029 ini menyebut Kepala Bapanas tidak paham bahwa Indonesia memiliki 70 juta hektare lahan tanam dan sekitar 7 juta hektare lahan tersebut diperuntukan untuk pertanian beras.
“Kalau pertanian didorong maksimal produktivitasnya, 1 hektare lahan pertanian beras bisa menghasilkan 8 ton gabah secara normal dan maksimalnya 12 ton gabah sekali panen. Maka hasil pertanian di Indonesia bisa mencapai 56 juta ton gabah atau sekitar 36 juta ton beras sekali panen,” beber caleg terpilih pemilik suara tertinggi di Dapil Jatim 1 yang meliputi Surabaya dan Sidoarjo tersebut.
Sedangkan kebutuhan beras di setiap tahunnya hanya berkisar 31 juta ton, sehingga seharusnya, menurut BHS, Indonesia bisa surplus 6 juta ton beras dengan sekali panen untuk 1 tahun.
“Apabila kita bisa 2 kali panen, normalnya sesuai dengan zaman orde baru, maka kita bisa menghasilkan 70 juta ton beras di setiap tahunnya. Artinya kita punya persediaan pangan di lumbung pangan dan bahkan kita bisa mengekspor ke negara yang membutuhkan. Padahal di Thailand tanam dan panen beras bisa 4-5 kali dalam satu tahun,” bebernya lagi.
Ia menegaskan Bapanas seharusnya memaksimalkan hasil pangan. Bukan malah menyalahkan rakyat karena ketidakmampuan mengelola pangan nasional.
“Padahal sudah ditugaskan langsung oleh Presiden untuk mengkoordinir stakeholder pangan yang ada di Indonesia, dan seharusnya tugas Bapanas juga mengkoordinir pemerataan kecukupan pangan serta kualitas pangan dan gizi untuk masyarakat,” kata BHS dengan tegas.
Apalagi, sambung BHS, ada pernyataan dari Bapanas di mana masyarakat diminta untuk menanam cabai rawit di rumah, karena harga cabai sangat mahal di Indonesia.
“Ini terlihat bahwa Bapanas sangat tidak mampu untuk mengkoordinasikan stakeholder pangan untuk stabilitas 11 komoditas pangan yang harus dijamin oleh pemerintah dari sisi kecukupan, harga, dan kualitas. Kalau memang Bapanas sudah tidak mampu melaksanakan tugasnya, seyogyanya Presiden bisa membubarkan lembaga tersebut,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa