KedaiPena.Com– Pakar Keuangan dan Ekonomi Ferry Latuhihin mengkritik langkah ID Food yang meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,6 triliun di tengah tumpukan utang sebesar Rp 8,2 triliun. Menurut Ferry, permintaan PMN yang diajukan ID Food menandakan adanya kesalahan tata kelola.
“Banyak yang minta PMN. Semua karena salah kelola. Akhirnya cuma bakar duit,” kata Ferry, Minggu,(28/7/2024).
Ferry berharap, agar di masa pemerintahan Prabowo-Gibran nanti sebaiknya dapat mempertimbangkan penyaluran PMN. Prabowo-Gibran, kata dia, sebaiknya memberikan prioritas membenahi BUMN untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari 5% ke 6%.
“Tidak bisa lain selain dari BUMN karena total assetnya yang besar. Yaitu sekitar 40% dari PDB kita dan porsi outputnya dalam PDB yang mencapai 30an%,” ungkap Ferry.
Ferry tak menampik, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi satu-satunya cara ialah dengan membenahi BUMN. Ia menegaskan, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya berharap dari investasi baru karena ICOR atau paramater ekonomi yang tinggi.
“Dengan total asset yang mencapai hampir 10 ribu triliun dan dividen cuma 81 triliun, ini indikasi jelas bahwa BUMN sangat buruk kinerjanya. Dividen cuma 0,81% dari total asset,” jelas dia.
Ferry mengakui, selama ini hanya bank-bank BUMN yang membayar dividen. Gilanya, tegas dia, dividen tersebut hanya dipakai untuk PMN dan membuat negara nombok.
“Daripada bakar uang terus lewat PMN, sebaiknya dilikuidasi atau diprivatisasi. BUMN yang harus dipertahankan adalah yang jelas-jelas mendapat mandapat mandat sebagai PSO (Public Service Obligation),” ungkap dia.
Dengan demikian, Ferry menegaskan, ke depan penyaluran PMN harus bersyarat dan bersifat financial metrics atau kinerja keuangannya akan menjadi lebih baik.
“Harus due dilligence dulu. Makanya nanti Menkeu dan Wamenkeu harus orang-orang yang paham corporate finance. Sehingga bisa membaca kinerja BUMN. Bukan cuma bisa bakar uang lewat PMN,” tandasnya.
Diketahui, Direktur Utama BUMN Holding Pangan ID FOOD, Sis Apik Wijayanto membeberkan bahwa perusahaan membutuhkan ‘suntikan’ modal berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,6 triliun untuk tahun 2025 mendatang.
Sis Apik mengungkapkan PMN tersebut akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan berperan sebagai offtaker komoditas pangan dengan petani, peternak, dan nelayan.
Selain itu, Sis Apik menyebutkan pihaknya juga akan memenuhi cadangan pangan nasional sebanyak 10 komoditas pangan dari total 13 komoditas pangan nasional.
Meski demikian, permintaan PMN tersebut menjadi anomali lantaran perusahaan pelat merah tersebut tengah terlilit utang hingga Rp 8,2 triliun.
Laporan: Hafid