KedaiPena.Com – Kepala BP2MI Benny Rhamdani meminta semua lapisan di lembaganya untuk segera modernisasi sistem pendataan PMI guna meminimalisir tindakan kekerasan hingga kasus hukuman mati yang masih menghantui hingga saat ini.
“Di mana sistem yang dimiliki badan dan lembaga terkoneksi dan terintegrasi dan menghasilkan apa itu big single data.
Memastikan data tunggal berapa jumlah PMI dan dimana saja kampung halamannya dan dimana negara penempatannya bekerja dan di sektor mana saja, ini penting sebenarnya buat kita dan negara,” ujar Brani sapaanya saat melakukan wawancara khusus dengan tim KedaiPena.Com, ditulis, Minggu, (12/7/2020).
Brani mengakui, problem di Indonesia saat ini kita adalah ketersediaan basis data soal jumlah keseluruhan dari PMI yang berada di luar negeri. Setiap lembaga memiliki data yang berbeda-beda.
“Jika ditanya ke BP2MI berapa jumlah PMI kita bisa jawab 3,7 juta, jika ditanya Kementerian Tenaga Kerja menjawab 5 juta, jika ditanya Kementerian Luar Negeri pasti menjawab 4,2 juta. Belum lagi data yang dimiliki oleh World Bank menyatakan jumlah PMI sebanyak 9 juta,” tegas Brani.
Brani melanjutkan, menjadi aneh kemudian jika BP2MI menyatakan hanya 3,7 juta jumlah PMI namun World Bank mempunyai data berjumlah 9 juta.
“Ada 5,3 juta yang tidak terdeteksi oleh kita, artinya mereka di luar kontrol perlindungan negara, siapa yang akan dilindungi toh nama alamat yang 5,3 juta tadi tidak terdetek dan tidak masuk dalam data dan sistem. Ini problem serius,” ungkap Brani.
Dengan demikian, lanjut Brani, diperlukan data yang jelas jika memang negara ingin melindungi setiap PMI guna menghindari tindakan kekerasan hingga hukuman mati
“Kalau kita tidak bisa meyakini dan memastikan memiliki data PMI maka problemnya adalah siapa yang kita lindungi. Padahal undang-undang memandatkan bahwa negara harus hadir dan melindungi dari ujung rambut hingga ujung kaki kepada PMI,” tegas dia.
“Kalau kita ingin melindungi, maka kita harus memiliki data yang pasti tentang PMI,” tandas Brani.
Laporan: Sulistyawan