KedaiPena.Com – Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menilai bahwa pertumbuhan ekonomi 2016 diproyeksikan masih belum mencapai target.
“Melihat koreksi proyeksi pertumbuhan dari Bank Indonesia (BI), menjadi sinyal serius bahwa kondisi ekonomi belum akan tumbuh signifikan. Target pertumbuhan ekonomi 2016 yang ditargetkan 5,2 persen menjadi sulit dicapai. Kecuali ada kebijakan baru yang signifikan dari pemerintah. Karena itu Pemerintah perlu memformulasi terobosan kebijakan ekonomi baru,†papar Ecky di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, ditulis Selasa (23/8).
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk merevisi batas bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 menjadi di kisaran 4,9%-5,3% dari sebelumnya pada rentang 5%-5,4% (year-on-year). Pertumbuhan ekonomi domestik di 2016 pada kuartal III diperkirakan 5,14% dan pada kuartal IV sedikit di bawah 5%. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2016 4,91% dan dikuartal II 5,18%.
Ecky menilai, koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 didasari oleh tiga faktor utama, mulai dari factor domestik hingga global. Pertama, implikasi dari penyesuaian fiskal. Kedua, terkait dengan koreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, terutama pasca adanya isu Brexit, lalu penurunan ekonomi Eropa dan ekonomi AS yang tidak sekuat perkiraan awal, serta ekonomi China yang juga tidak akan tinggi. Dan faktor ketiga belum optimalnya recovery kekuatan permintaan investasi swasta.
“Kita juga melihat kondisi ekonomi masih mengkhawatirkan seiring masih terbatasnya daya beli rakyat dan belum bergairahnya dunia usaha. Hal ini berdampak pada belum terakselerasinya pertumbuhan ekonomi,†papar Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor ini.
Ecky juga menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2015 hanya 4,8 persen, terendah dalam 5 tahun terakhir, dan jauh dari target pertumbuhan 2015 sebesar 5,7 persen. Demikian juga pertumbuhan ekonomi semester pertama 2016 yang hanya mencapai 5,04 persen masih belum memuaskan. Yang juga mengkhawatirkan, tambah Ecky, adalah merosotnya daya saing ekonomi nasional, dimana dalam Global Competitiveness Report 2015-2016 turun dari peringkat ke 34 menjadi peringkat 37 dari 140 negara.
“Perlu kebijakan stimulus untuk memacu sisi permintaan atau demand side secara tepat. Selain mempercepat perbaikan iklim usaha. Pemerintah juga harus meningkatkan efektivitas dan memformulasi ulang paket-paket kebijakan ekonomi, terutama yang berorientasi pada pemberdayaan sektor riil dan peningkatan daya beli rakyat,†saran dia lagi.
Pertumbuhan ekonomi yang masih rendah adalah terkait dengan percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Untuk itu, Pemerintah harus menjaga dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor padat karya, dengan berupaya memberikan kebijakan dan dukungan yang tepat. Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi dan rendahnya kualitas pertumbuhan selama ini, nilai Ecky, telah menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan.
“Pertumbuhan yang lebih berkualitas dan tinggi ke depan sangat dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, serta peningkatan pemerataan dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, pemerintah juga harus mampu menjaga daya beli masyarakat di pedesaan, dengan menjaga inflasi perdesaan, Nilai Tukar Petani, dan perbaikan upah buruh. Juga perlu peningkatan alokasi dan efektivitas dana desa dan transfer daerah,†tandasnya.
Bank Indonesia (BI) juga merevisi pertumbuhan kredit perbankan tahun ini menjadi single digit dari sebelumnya yang diproyeksikan masih mampu tumbuh double digit, yaitu di 7%-9%. Menurut BI sampai dengan kuartal II 2016 penyaluran kredit oleh perbankan belum optimal, sehingga hal ini telah berdampak pada pertumbuhan kredit di kuartal II 2016 yang baru tercatat 8,9% atau sedikit lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang mengalami pertumbuhan 8,7%.
“Tim ekonomi yang memiliki nama-nama besar hari ini, diuji apakah bisa menghasilkan kinerja yang outstanding atau biasa-biasa saja. Bisa mendorong ekonomi lebih baik atau hanya mengikuti siklus dan arah ekonomi global saja. Nahkoda ekonomi yang hebat, tentu sudah bisa membaca kemana arah angin berhembus dan mampu memformulasikan kebijakan yang tepat. Bukan hanya ikut arus dan terbawa angin,†tutup Ecky.
(Prw)