KedaiPena.Com – Ada yang menarik pada perhelatan deklarasi kampanye damai di bilangan Monas, Minggu pagi (23/9/2018). Deklarasi yang ditujukan untuk menjaga dan momentum perdamaian selama berlangsungnya Pilpres 2019 sedikit tercoreng lantaran adanya beberapa masalah.
Di antara masalah tersebut menimpa rombongan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama keluarganya. Mobil golf yang ditumpangi SBY diganggu oleh bendera-bendera dan teriakan dari kelompok relawan Pro Jokowi (Projo).
SBY sendiri sedianya menumpangi mobil golf yang dikendarai oleh Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dalam mobil itu ada juga Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Sekjen Eddy Soeparno, Ketua F-PD DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).
AHY, SBY, Ibas duduk di bagian kiri mobil secara berurutan tiba-tiba saja dikagetkan dengan gerakan sekelompok relawan Jokowi yakni Projo yang mendekat dan mulai melakukan teriakan-teriakan kepada SBY.
Dampaknya dari gangguan tersebut ialah WO-nya SBY dari karnaval kampanye damai Pemilu 2019. Hal itu turut membuat Demokrat tak ikut meneken komitmen kampanye damai pada Pilpres dan Pileg 2019.
Sebelum kasus WO dalam deklarasi kampanye ini terjadi, SBY sendiri sempat dipojokkan oleh pemberitaan yang dikeluarkan oleh media asal Hongkong yakni Asia Sentinel.
Asia Sentinel membuat kontroversi kasus Century dengan mengaitkannya kepada Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat. Disebutkan dalam artikelnya bahwa SBY bersama 30 pejabat melakukan tindak pencucian uang sebesar 13 miliar dolar AS.
Tak main-main SBY beserta Partai Demokrat bahkan mengejar dan melakukan investigasi kepada Asia Sentinel. Padahal, Asia Sentinel sendiri telah menyampaikan permohonan maafnya dengan menarik kembali artikel yang sempat membuat kontroversi tersebut.
Dengan demikian, maka sudah ada kasus beruntun yang menimpa jenderal ahli strategi tersebut. Banyak pihak yang mengatakan hal ini menguntungkan SBY lantaran menciptakan kesan dizalimi dimata publik.
Khairul Fahmi dari Institute For Security and Strategic Studies memandang bahwa situasi yang menimpa Presiden ke-6 Republik Indonesia tersebut tidak normal.
Fahmi begitu ia disapa mengatakan ada banyak indikasi untuk menujukan situasi tidak normal tersebut. Semisal, berita Asia Sentinel yang dilihat dari waktu, momen dan kemudian viralnya.
“Itu kan cerita lama yang didaur ulang. Memang kisah Century masih sumir, tapi mestinya kan tak hanya muncul di saat begini,†ujar Fahmi saat berbincang dengan KedaiPena.Com, Senin (23/9/2018).
Selain itu, lanjut Fahmi, kejadian saat deklarasi damai memang terkesan di luar kendali penyelenggara. Tapi jelas bukan tak disengaja.
“Kebetulan saya juga ada di lokasi, jadi tampak bahwa ada pihak yang memanfaatkan celah dalam pengamanan jalur karnaval. Dan itu dibiarkan saja sehingga ‘insiden’ itu terjadi,†beber Fahmi.
Fahmi menambahakan bahwa pelaksana dan pihak KPU tampak kurang jeli mengantisipasi potensi-potensi gangguan dan tak cukup responsif ketika terjadi hal seperti itu.
Meski demikian, Fahmi menjabarkan, bahwa cara-cara yang dilakukan oleh sejumlah pihak tersebut untuk menjatuhkan SBY terkesan konyol. Hal itu lantaran, bisa jadi pemantik kegusaran dan perlawan balik SBY.
“Itu justru bisa jadi pemantik kegusaran dan perlawanan balik SBY,†beber Fahmi.
Ia pun memprediksi bilamana kegusaran SBY sudah memuncak bukan tidak mungkin akan ada cara-cara ‘playing victim’ untuk merespon perlakuan yang menimpa dirinya. Hal itu, lantaran selama ini SBY dikenal sebagai sosok yang ahli strategi.
“Memang terlihat upaya memojokkan SBY, dan kemudian dia mengeksploitasi atau mendramatisasi sehingga nuansa pemojokan itu jadi makin kuat dan tampak,†beber Fahmi.
Fahmi melanjutkan bahwa serangan-serangan tersebut justru kemudian dicoba untuk dimanfaatkan dengan baik oleh SBY sebagai sebuah serangan yang justru berbalik.
“Meskipun belum bisa dikatakan jadi keuntungan, ini kan masih diolah, dimainkan. Belum kelar. Bahwa serangan justru memberi peluang bagi SBY untuk meraih untung, itu iya,†pungkas Fahmi.
Jenderal Ahli Strategi dan Ahli Pencitraan
Nama SBY sebagai seorang jenderal yang ahli strategi dan pencitraan memang sudah tak asing di mata publik. Perlu diingat mantan Menkopolkam ini pernah memanfaatkan konflik yang terjadi antara dirinya dengan Megawati untuk menjadi Presiden RI pada tahun 2004.
Dikutip dari buku Prof Tjipta Lesmana berjudul ‘Dari Soekarno Sampai SBY Intrik & Lobi Politik Para Penguasa’, kemenangan SBY atas dimulai beredar isu Menkopolkam SBY akan maju dalam Pilpres 2004. SBY sering muncul dalam iklan di TV untuk sosialisasi pemilu.
Saat itu karena banyak protes, KPU menghentikan tayangan itu. Kubu Mega mencium ‘aroma politik’ SBY dan mengucilkannya.
SBY melalui Sesmenko Polkam Sudi Silalahi menyatakan merasa dikucilkan oleh Presiden Megawati dengan tidak dilibatkan dalam pembahasan tentang PP Kampanye Pejabat Tinggi Negara.
Istana menjawab, saat itu SBY ada di Beijing. ‘Perang mulut’ kedua kubu pun dimulai. Taufiq Kiemas menyebut SBY ‘jenderal kok kayak anak kecil’.
Pasca pernyataan pedas dari Taufiq Kiemas, SBY mengirim surat pada Megawati dan mengundurkan diri sebagai Menkopolkam. Tak berhenti itu disitu ternyata pernyataan Taufiq Kiemas tersebut mendapatkan simpati dari masyarakat luas hingga SBY bersama partai baru yang bernama Demokrat berhasil memenangkan kontestasi Pilpres 2004.
Contoh kecil tersebut merupakan sebagian dari banyak bukti kualitas SBY sebagai jenderal ahli strategi tak perlu diragukan.
Mantan Ketua DPR yang juga mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie kepada wartawan pada tahun 2016 pernah mengakui sosok SBY sebagai jenderal ahli strategi.
Kala itu Marzuki Alie mengomentari langkah Putra Pertama SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang memutuskan maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta dan melupakan karir di Tentara Negara Indonesia (TNI).
Menurut dia, sekalipun tidak lagi berkecimpung di dunia politik praktis, majunya Agus tidak bisa dilepaskan dari SBY.
“SBY kan ahli strategi dan itu diakui oleh banyak pihak, termasuk TNI sendiri. Dan pendapat itu hanyak juga saya dengar dari senior-senior SBY atau yang satu angkatan,” kata Marzuki Alie.
Selain ahli strategi, menurut dia, SBY juga ahli pencitraan. Di mata Marzuki Alie, pendiri partai berlambang bintang mercy itu adalah guru pencitraan di Indonesia dan Presiden Jokowi menirunya dan diterapkan mulai dari pilkada sampai pilpres.
Hal tersebut diamini oleh pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin. Ia menilai bisa saja kasus Asia Sentinel dan kampanye damai akan membuat citra SBY dan Demokrat naik lagi.
“Paling tidak, cukup bagi SBY untuk meraih simpati masyarakat. Karena masyarakat Indonesia mudah simpati kepada orang yang didzolimi,†tutur Ujang kepada KedaiPena.Com, Senin (24/9/2019).
Ujang menambahkan hal tersebut sangat penting bagi SBY lantaran kita tahu Demokrat pernah berkuasa selama sepuluh tahun. Pernah menjadi partai pemenang pemilu.
“Demokrat turun suaranya dikarena banyak kadernya yang tersangkut kasus korupsi. Oleh karena itu, sangat penting bagi SBY untuk menaikkan citra Demokrat agar bisa menang atau paling tidak naik perolehan suaranya,†pungkas Ujang.
Laporan: Muhammad Hafidh