KedaiPena.Com – Indonesia  sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah lautan, memiliki sumber daya ternasuk sumber daya  energi terkandung di dalamnya, belum dimanfaatkan secara maksimal, untuk kepentingan negara.
Data dari Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas menyebutkan bahwa eksplorasi dan eksploitas minyak dan gas di kawasan laut (off shore) masih di berada di kisaran 40 persen.
Kecenderungan investasi migas semakin ke arah ‘off shore’, dengan pergeseran dari wilayah barat Indonesia ke wilayah timur Indonesia.
Dengan kecenderungan investasi di sektor migas dari darat ke lautan, maka akan membutuhkan investasi yang semakin tinggi, penggunaan teknologi semakin canggih, serta kebutuhan kehandalaan sumber daya manusia.
Peningkatan teknologi bagi eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai sekarang ini juga sudah mampu menjawab tantangan itu.
Perpindahan lokasi dari daratan ke lepas pantai, juga akan semakin meningkatkan resiko investasi.
Namun dalam keyataanya eksplorasi di sektor migas ini telah mengalami penurunan dalam produksi minyak Indonesia menjadi hanya 800 barrel/hari dari kebutuhan yang mencapai 1.600 barrel/hari.
Hal ini disebabkan tumpang tindihnya regulasi, Â manajemen yang lemah dari pemerintah, birokrasi yang berlebihan, kerangka peraturan yang tidak jelas serta ketidakjelasan hukum mengenai kontrak.
Itu pula yang menciptakan iklim investasi yang tidak menarik bagi para investor, terutama bila melibatkan investasi jangka panjang yang mahal.
Dalam disertasi Doktoral Universitas Krisnadwipayana  berjudul  “Implementasi Prinsip-Prinsip Hukum Maritim Di Terminal Khusus Migas Sebagai Pendukung Utama Bisnis Migas,â€, Jakarta, DR. Captain, Win Pudji Pamularso, SH, MH.menemukan problematika seputar ketidakjelasan hukum terkait.
Menurutnya, belum adanya pengaturan hukum maritim bagi eksplorasi dan ekploitasi Migas di luar laut territorial kita, baik di zona ekonomi ekslusif maupun di landas kontinen Indonesia.
Padahal, kepastian hukum ini diperlukan bagi investasi bernilai tinggi dan berjangka panjang seperti di dalam kontrak migas.
Di sisi lain, keberadaan dan kebutuhan akan perangkat hukum yang jelas juga akan semakin memberi jaminan bagi pemanfaatan sumber daya energi migas itu untuk kepentingan nasional secara lebih besar.
“Kunci yang menjadikannya dominan suatu negara atas negara lain yang berpengaruh pada pertumbuhan dan kekayaan adalah pada kemampuannya mengontrol lautan, ‘The sea power is vital to national growth, prosperity and  security’,” jelas dia.
Dr. Capt Win Pudji Pamularso, SH, MH, yang juga praktisi pelayaran mantan nahkoda kapal tangker juga melihat di dalam prakteknya, penegakkan hukum maritim masih tumpang tindih.
“Dibutuhkan pendekatan sistemik terhadap penegakan hukum kemaritiman. Karena Indonesia adalah Negara hukum bukan Negara kekuasaan. Perlu ada sinergi antara Bakamla, Polair TNI AL dan lembaga-lembaga penegak hukum kelautan lainnya,” ungkap dia.
“Pemerintah juga perlu memikirkan peradilan mengenai kemaritiman, karena Mahkamah Pelayaran yang sekarang ini ada hanya menangani aspek administrative, belum menyentuhaspek sengketa pelayaran yang lebih luas, seperti yang dipraktikan secara komprehensif dalam admiralty court, di mana hakimnya berasal dari praktisi pelayaran terkemuka di Inggris dan Amerika,†lanjut dia.
Sementara itu ditemui ditempat yang sama, mantan Menteri Koordinator bidang Maritim, Rizal Ramli, melihat bahwa perkembangan hukum maritim di Indonesia, terlihat kurang signifikan. Padahal, kata RR sapaanya, dalam sejarah hukum maritim di Indonesia memiliki kemajuan yang sangat progresif.
“Deklarasi Juanda 1957, berupa pernyataan dari sepihak Pemerintah Indonesia, pertama, sebagai negara kepulauan dengan beribu-ribu pulau, yang mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri,” jelas RR.
RR pun melanjutkan, bahwa kesatuan wilayah teritorial Negara Republik Indonesia, semua kepualauan dan laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat.
“Jika orientasi pembangunan nasional lebih ke laut, seperti di dalam Nawacita Presiden Joko Widodo, yang melihat lautan sebagai masa depan Indonesia, maka negeri ini sudah seharusnya memiliki banyak pakar hukum maritim,” imbuh RR.
Dalam situasi inilah, Rizal Ramli memuji disertasi DR Win Pudji Pamularso,SH, MH, yang memiliki perspektif ke depan, khususnya bagi pemanfatan sumber energy di lautan Indonesia.
“Dr. Captain, Win Pudji Pamularso mengusulkan agar ada undang-undang baru khusus mengatur, pelaksanaan eksplorasi dan ekploitasi migas di luar laut teritorial kita,” beber RR.
Hal ini seiring dengan peningkatan kompetisi untuk mencari sumber-sumber cadangan migas baru di lautan, seperti yang terjadi di kawasan laut Cina Selatan, di mana beberapa negara seperti Cina, Vietnam, Filipina, dan Malaysia, terlibat dalam sengketa.
Laporan: Muhammad Hafidh