KedaiPena.Com – Semangat untuk terus melestarikan budaya kesenian Wayang tak pernah pudar dari diri Dwi Woro Retno Mastuti. Bahkan, di usia yang sudah tidak lagi muda, Woro begitu ia disapa terus berupaya untuk mempekenalkan budaya wayang generasi ‘milenial‘ melalui Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang (Cinwa) yang ia pimpin.
Semua berawal, dari kegelisahanya akan hilang dan dilupakannya budaya kesenian wayang oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut, ia mulai rasakan pada tahun 1998, saat bekerja sebagai dosen di Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI).
“Awal mulanya kegelisahan saya kenapa di UI yang di lagu marsnya itu ada (kalimat) pusat ilmu dan budaya bangsa, tetapi budaya tradisonal dan budaya Indonesia belum dikembangkan melalui visi-misi, maaf mungkin saya salah. Oleh sebab itu saya bersama teman-teman di UI coba membuat pergelearan wayangan setiap tahun,” ujar Woro saat berbincang dengan KedaiPena.Com, beberapa waktu lalu.
Woro melanjutkan kala itu dirinya bersama para rekan dosen dan civitas akademika UI terus mengembangkan kesenian wayang dengan membuat pergelaran. Namun demikian, sulitnya mendapatkan sponsor menjadi salah satu kendala untuk melestarikan budaya kesenian wayang kala itu.
“‘Up and down‘ sponsornya susah karena anggarannya cukup banyak. Tapi buat anggaran pementasan jazz dan band, kala itu lebih gampang dapat sponsornya. Sedih saya, kasihan anak-anak bangsa Indonesia bisa tidak kenal wayang kalau begini,” kata Woro saat bercerita.
Meski demikian hal tersebut tidak menyurutkan semangat Woro untuk terus melestarikan budaya kesenian Wayang, karena tepat di tahun 2000, ia memulai untuk mengembangkan wayang potehi sebuah wayang alkuturasi budaya Cina dengan budaya Jawa.
“Saya riset wayang potehi dari tahun 2000, karena waktu itu wayang potehi sudah ingin punah. Wayang ini biasa dimainkan di klenteng ada kolaborasi budaya Cina dan Jawa. Setelah riset selesai, saya galau lagi mau diapain nih karena pengrajinnya tinggal dua terus saya kumpul-kumpulin saja boneka-boneka potehinya menggunakan uang pribadi,” ungkap dia.
Dari situ, lanjut perempuan berusia 59 tahun ini, dirinya terus memperkenalkan wayang potehi. Hingga, pada tahun 2013 dirinya meminta kepada sang anak yang berkuliah di FIB untuk mengajak teman-teman kuliahnya menonton wayang potehi.
“Mereka nanya waktu itu, ini wayang apa, saya perkenalkan ke mereka saya ajarin mereka. Hingga kita di ajak mentas di klenteng dan kemudian terbentuknya Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang yang diinisiasi anak-anak UI khusus program studi Jawa pada tahun 2014,” papar dia.
Woro menambahkan bahwa wayang potehi sendiri sudah menjadi ciri khas dan identitas dari sanggar budaya Rumah Cinwa. Meskipun, wayang potehi yang dipentaskan di Rumah Cinwa ini berbeda dengan yang berada di klenteng lantaran lebih milenial
“Wayang potehi ini diterjemahkan di generasi baru dari pada punah. Lalu bagaimana cara mempertahankannya. Setiap bulan kita manggung di Taman Kaldera ini, kita mementaskanya setiap hari minggu,” papar dia.
Woro pun mengaku Sanggar Budaya Rumah Cinwa ini sendiri berdiri secara independen menggunakan uang hasil pementasan. ‘Subsidi silang’ kerap dilakukan oleh rumah Cinwa untuk tetap mempertahankan kelestarian budaya kesenian wayang potehi.
“Kalau inget perjuangan dulu saya ingin menangis. Karena tabungan saya cuma wayang. Tapi beruntungnya saya tidak pernah miskin karena teman-teman saya makin banyak dan wayang potehi makin dikenal,” imbuh Woro.
Ia pun memastikan Rumah Cinwa tidak akan pernah berhenti untuk terus menyebarkan semangat keseletarian wayang. Bahkan rumah Cinwa siap menggandeng sejumlah komunitas untuk bersinergi.
“Intinya kita ingin meyebarkan racun wayang, yakni ‘Tak Wayang, Maka Tak Sayang’, oleh sebab itu kita akan terus mengedukasi orang tua dan anak,” tutup Woro.
Sanggar Rumah Wayang kerap mementaskan wayang potehi di Taman Kaldera, Jalan Jatijajar, Tapos, Depok, Jawa Barat. Disana komunitas Cinta Wayang bersinergi dengan komunitas lain seperti PT Arung Pesona Nusantara, Komunitas Asia Wangi dan warga RW 09 Jatijajar.
Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang bersama Taman Kaldera pun empat mengenalkan kesenian wayang potehi melalui pementasan lakon Sun Go Kong dan Sie Jin Kwi Satria Utama.
Wayang potehi sendiri merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang diakui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Wayang Potehi merupakan salah satu budaya akulturasi, percampuran budaya Cina dan Jawa. Cerita yang diangkat umumnya kisah-kisah tentang dinasti dalam kekaisaran Cina.
Laporan: Muhammad Hafidh