PRIA berinisial MA yang diduga mencuri amplifier dari mushala Al-Hidayah Desa Hurip Jaya, Babelan, Kabupaten Bekasi, dikeroyok dan dibakar hidup-hidup oleh massa tepat di Pasar Muara Bakti, Babelan, Kabupaten Bekasi pada Selasa (1/8) sekitar pukul 16.30 WIB.
Naas, pria tersebut justru disangka telah mencuri ampli di masjid itu.
Ia menjadi sasaran kemarahan warga. Meskipun sudah mencoba berlari ke kampung lain, warga tetap mengejar dan mengamuk pria itu. Ia bahkan disiram bensin lalu dibakar hidup-hidup. Pria itu akhirnya tewas dengan luka bakar parah, tanpa ada yang menolong.
Minggu (6/8) saya mengunjungi rumah korban. Di rumah kontrakan sederhana itu masih tersusun box-box sound system yang belum rampung diselesaikannya. Saya berbincang dengan istrinya yang sedang mengandung anak kedua (6 bulan). Anaknya yang pertama berusia 4 tahun, selalu menanyakan ayahnya. Seorang tetangga bercerita anaknya tahu apa yang terjadi dengan ayahnya.
Saya sangat berduka dengan peristiwa ini. Bukan hanya bagi keluarga korban, tapi bagi bangsa ini. Beberapa hari lagi peringatan 72 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Peristiwa ini harus menjadi bahan perenungan kita bersama.
Indonesia negara hukum. Persekusi (sikap main hakim sendiri) kepada siapa pun, oleh siapa pun tidak dibenarkan. Setiap orang berkedudukan sama di hadapan hukum.
Saya terus terusik dengan nasib MA. Bagaimana bisa lelaki muda yang baru menjalankan ibadah shalat di lokasi mesjid dituduh mencuri, lalu seorang diri menghadapi amuk massa dan dibakar hidup-hidup. Ada juga orang yang merekam kejadian itu, lalu mengunggahnya ke Sosial media. Saya jadi bertanya-tanya, apakah bagi bangsa ini perilaku sesadis itu jadi hal yang biasa? Apakah menebar kebencian, amukan, hingga berkategori menghilangkan nyawa seseorang menjadi suatu hal yang lumrah saja? Jika ada yang menjawab “iya”, saya yakin para ahli kejiwaan mana pun akan mengatakan ada “kelainan jiwa”. Dan silakan tanya ajaran agama dan keyakinan mana yang mengatakan perilaku main hakim sendiri adalah hal yang dibenarkan.
Kekerasan atas nama apa pun tidak dibenarkan. Saya, yakin tidak ada jalan keluar jika yang menjadi pilihan dalam hadapi setiap masalah adalah dengan cara-cara kekerasan. *Kekerasan tidak menghasilkan kehidupan yang lebih baik, hanya akan menghasilkan kekerasan yang lebih ekstrim*.
Aparat penegak hukum, kepolisian harus bergerak serius dan cepat. Siapa pun pelakunya harus diproses hukum dan mendapat sanksi hukum yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Kita awasi proses hukum yang berjalan, termasuk di pengadilan.
Saya memohon Komnas Perlindungan Anak, Komnas Perempuan dan bahkan Komnas HAM dapat segera mengambil langkah perlindungan kepada keluarga, terutama istri dan anak korban. Perlu dukungan pendampingan pemulihan bagi mereka.
Tanggung jawab kita bersama tentunya, 72 tahun Indonesia, bekerja keras membangun bangsa yang berketuhanan dengan cara berkebudayaan, bangsa yang memiliki rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, bangsa yang memiliki rasa cinta tanah air, bangsa yang memilih jalan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan setiap persoalan. Bangsa yang berjuang bersama untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial. Bangsa yang tidak pernah meninggalkan jati diri gotong royong.
Tugas saya sebagai wakil rakyat tentu terus bekerja dalam porsi sesuai yang diatur dalam perundang-undangan. Mari kita bagi porsi masing-masing. Saya memohon dukungan Menkoinfo untuk mengambil langkah yang dibutuhkan baik dalam tayang media elektronik, maupun media sosial Jangan sampai anak-anak disuguhi kekerasan dan kekerasan sesadis itu jadi tontonan yang dianggap biasa.
Saya memohon dukungan kementrian sosial dan Pemerintah Daerah untuk segera turun tangan menyelidiki persoalan sosial yang ada di daerah kejadian (Babelan, Kabupaten Bekasi). Tentu tidak cukup dengan datang kunjungi keluarga dan berikan santunan duka. Ada persoalan sosial yang harus diurai dan dicari solusinya di daerah tersebut.
Saya mohon dukungan dan bantuan dari para pimpinan agama dan kepercayaan. Saya yakin bahwa ajaran-ajaran yang disampaikan mampu menjadikan agama memiliki fungsi sosial, menghaluskan jiwa, menjadi bagian untuk mengasah budi pekerti warga masyarakat. Saya yakin agama berperan penting dalam melahirkan individu dan masyarakat yang toleran, empati, taat hukum atas dasar kesadaran menghargai hak orang lain, serta paham dan bertanggung jawab terhadap kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Para pemimpin agama,saya percaya, juga tentu tidak akan setuju dengan sikap main hakim sendiri. Saya yakin tidak ada satu pun pemimpin agama yang tidak terusik dengan peristiwa “seorang lelaki muda, yang baru saja selesai menjalankan shalat di sebuah mesjid, hanya karena dituduh mencuri ampli, di lokasi tempat ibadah tersebut dia menghadapi amuk massa, dia lari dikejar dan dibakar hidup-hidup hingga tewas.”
Saya percaya, pemimpin agama akan bekerja keras menyampaikan nilai-nilai cinta kasih, solidaritas, kemanusiaan, dan hal positif lainnya kepada umat. Saya sangat yakin para pemimpin agama pasti sangat paham dan mengerti bahwa agama sudah seharusnya menjadi bagian membangun peradaban manusia yang beradab.
#KitaIndonesiaKitaPancasila
Oleh Rieke Diah Pitaloka, Wakil Rakyat Indonesia