KedaiPena.Com – Politisi Partai Golkar, Adies Kadir, mengakui bahwa fraksinya memang sebelumnya menyepakati keberadaan pasal 31 ayat 1 dan 2 di RUU Jabatan Hakim. Akan tetapi, bukan dalam konteks menyepakati periodesasi yang termaktub dalam pasal tersebut saat ini.
“Memang RUU jabatan hakim itu usulan komisi III, pada saat pembahasan awal di komisi III semua masih dalam perdebatan, wacana periodesasi itu ada, tapi tidak ada keputusan,” ungkap dia saat dihubungi di Jakarta, Rabu (28/6).
Dia pun mengatakan, untuk  kesepakatannya keputusan tersebut nanti akan di bahas lebih detail di dalam pembahasan rancangan Undang-undang.
“Tiba-tiba waktu kembali ke Komisi III di Daftar Inventaris Masalah (DIM)-nya sudah keluar seperti itu (point periodesasi jabatan Hakim/Hakim Agung), saat keluar point itu jujur fraksi kami yang paling protes, karena kesepakatannya akan dibahas didalam komisi III, begitu juga tentang usulan masa pensiun Hakim,” ujar  Adies.
Kendati demikian, kata dia, periodesasi jabatan Hakim/Hakim Agung tidak relevan jika mengacu pada sistem ketatanegaraan yang dianut Indonesia saat ini yakni menganut sistem triaspolitika (pemisahan kekuasaan).
Sebab, tegas dia, di Indonesia  sudah  sangat jelas untuk pembagian kekuasaan menjadi tiga, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan mereka di wajibkan  saling bekerjasama tanpa ada intervensi satu sama lain
“Bagaimana kita mau membangun kekuasaan kehakiman yang mandiri kalau Hakim/Hakim Agung dibuat periodesasi per 5 tahun? Ingat hakim itu bukan jabatan politis, mereka menapak karir dari bawah, selama puluhan tahun baru bisa menjadi Hakim tinggi atau Hakim Agung,” beber dia.
“Dan mereka tidak  seperti kami politisi, yang sewaktu-waktu setiap 5 tahun bisa duduk di parlemen tanpa memandang usia. Di manapun di negara di dunia ini, tidak ada Hakim dan Hakim Agung yang kerjanya dibatasi oleh periodesasi 5 tahunan,” lanjut dia.
Namun untuk menyikapi hal tersebut, tegas Anggota Komisi III DPR ini , fraksi Golkar akan tetap  membangun komunikasi politik dengan fraksi lainnya di DPR yang memiliki visi yang sama.
“Kami tetap akan membangun komunikasi dengan fraksi-fraksi lain yang sepaham tentang pasal ini, agar keputusan yang diambil oleh komisi III, tidak mengganggu yudikatif, dan tidak membuat 8000 hakim di Indonesia resah. Karena keputusan ini nanti berupa UU yang akan dicatat dalam lembaran sejarah, termasuk nama-nama anggota yang membahasnya,” demikian  Adies.
Laporan: Muhammad Hafidh