KedaiPena.Com – Jokowi sebagai Presiden tak boleh berdiam diri seolah tak tau ada anomali dalam penerapan harga BBM dan LPG oleh Pertamina. Apalagi saat ini mayoritas rakyat dilanda kesulitan kemampuan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman kepada KedaiPena.Com, Selasa (28/4/2020).
“Saat ini kondisi masyarakat sangat lemah daya belinya, kadang untuk makan saja susah” ujar Yusri.
Presiden, lanjutnya, dalam rapat Kabinet Terbatas 18 Maret 2020 telah memerintahkan para menteri terkait untuk menerapkan diberlakukan harga jual gas ke 7 kelompok industri USD 6 per MMBTU mulai 1 April 2020. Tujuannya agar industri itu bisa lebih efisien untuk meningkatkan daya saingnya dan diharapkan bisa memberikan efek berantai meningkat daya beli rakyat.
Selain itu Presiden juga memberi perintah untuk mengalkulasi ulang harga BBM sesuai perkembangan harga minyak sudah turun banyak, akibat gagalnya kesepakatan OPEC dengan Rusia dalam memotong kouta produksi di saat melemahnya permintaan minyak akibat banyak negara melakukan ‘lockdown‘.
Namun sudah lebih 45 hari setelah perintah itu, rakyat sampai hari ini tak kunjung menerima kepastian kapan dan berapa bagaimana sikap Pemerintah soal penurunan harga BBM dan LPG akan diturunkan, sesuai harga keekonomiannya.
“Yang ada rakyat lebih banyak mendengar omong kosong dari pejabat terkait bidang energi dan pengamat yang merangkap buzzer, bahwa harga BBM tak bisa diturunkan karena merupakan kontrak pembelian pada bulan Januari dan Febuari 2020,” kecewa Yusri.
“Bahkan ada yang berkomentar seperti orang bodoh, bahwa kita tak menganut paham liberalisme, sehingga tidak bisa menentukan harga BBM sesuai mekanisme pasar, harga BBM kita tak perlulah diturunkan, toh tak banyak pengaruhnya bagi rakyat yang lagi dikenai kebijakan PSBB,” sambungnya.
Artinya, imbuh dia, para komentator sama sekali tidak mengerti mengenai mekanisme pembelian minyak di pasar dunia dan tata cara penetapan harga BBM, dan tak ada rasa kemanusiannya dengan kesulitan ekonomi rakyat ditengah wabah Covid-19.
“Secara tak langsung mereka mengatakan terserah suka-suka hati Pemerintah dan Pertamina menentukannya mau turun atau tidak, ya ‘sabodo‘ amat dan persetanlah. Meskipun hal itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat Pemerintah sendiri dan bertentangan juga dengan harga minyak dunia yang sudah turun lebih dari 60%,” Yusri melanjutkan.
Negara kita, seperti diakui sendiri oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo (22/4/20/20), adalah net importer minyak yang setiap hari mengimpor kurang lebih 50 persen dari kebutuhan nasional, baik dalam bentuk minyak mentah maupun dalam bentuk BBM dan LPG. Bahkan untuk LPG, porsi impor sekitar 75 persen.
“Jadi ada baiknya segera menurunkan harga, karena BBM kita kebanyakan impor itu, dan harga minyak dunia sedang turun,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi