Artikel Ini Ditulis oleh Idris Hady, SE, Sekjen Aliansi Damai Anti Penistaan Islam (ADA API)
Indonesia kembali dihadapkan pada kenyataan pahit tentang ancaman terhadap kedaulatan bangsa. Sebelum wafat, ekonom dan tokoh pergerakan nasional Dr. Rizal Ramli telah berkali-kali mengingatkan bahwa saat pemerintahan Joko Widodo tidak lain adalah kepanjangan tangan dari kepentingan Beijing.
DR. Rizal Ramli memang pernah berkomentar soal konteks sejarah di balik janji Presiden ketujuh Jokowi yang akan pembangunan pelabuhan besar pada awal 2014, saat berkunjung ke Beijing.
Rencana ini kemudian menghadapi penolakan baik dari gubernur sipil maupun gubernur militer di Medan.
“Pada awal 2014, Jokowi ke Beijing, berjanji akan membangun pelabuhan besar, termasuk yang akan digunakan oleh angkatan laut China di Medan. Usulan ini ditolak oleh gubernur sipil, dan kemudian diganti oleh gubernur militer. Membebaskan tanah di Medan ternyata bukan perkara yang mudah,” ungkap Rizal.
Lebih lanjut, Rizal menyoroti keinginan Jokowi untuk penyelesaian, pelabuhan ini pada pertemuan di Chengdu delapan bulan lalu.
“Xi Jiping mengusulkan untuk fokus pada Rempang sebagai gantinya Medan, asalkan bersihkan dari penduduk lokal,” jelasnya.
Rizal menilai situasi ini sebagai bentuk kolonisasi baru dan pengkhianatan yang diarahkan oleh Jokowi. Meski begitu, ia menyampaikan optimisme terhadap perubahan yang akan datang.
“Tapi tenang saja, masa kekuasaan Jokowi akan segera berakhir; sebentar lagi, kita akan memperbaiki situasi,” tambahnya.
Kritik yang Diabaikan
Namun, sayangnya, peringatan itu diabaikan. Baru setelah semuanya terjadi, banyak tokoh yang dulu mendukung Jokowi mulai sadar dan mengakui bahwa yang mereka besarkan ternyata adalah ancaman nyata bagi bangsa ini.
Salah satu pengakuan mengejutkan datang dari Gunawan Muhammad, yang menyebut Jokowi sebagai “real monster”, sebuah pernyataan yang mencerminkan betapa bahayanya kebijakan yang telah dijalankan selama ini.
Salah satu indikasi kuat dari pengkhianatan terhadap kedaulatan negara adalah proyek Pulau Rempang yang diam-diam telah disiapkan untuk kepentingan militer dan intelijen Tiongkok.

Pulau Rempang: Strategi Militer Terselubung?
Pulau Rempang, yang terletak di Kepulauan Riau, memiliki posisi strategis karena dekat dengan perairan internasional dan jalur perdagangan dunia. Di balik proyek “Rempang Eco-City” yang digadang-gadang sebagai megaproyek investasi, ada dugaan kuat bahwa kawasan ini sebenarnya akan dijadikan pangkalan militer dan pusat operasi intelijen RRC.
Jika benar demikian, ini bukan sekadar ancaman ekonomi, tetapi sudah masuk ke dalam ranah ancaman pertahanan dan kedaulatan negara. Sebab, kehadiran militer asing di wilayah Indonesia melanggar berbagai peraturan dan prinsip dasar negara, termasuk :
1. Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945
“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.”
• Artinya, tidak boleh ada penguasaan wilayah oleh pihak asing, apalagi untuk kepentingan militer negara lain.
2. Pasal 27 Ayat (3) UUD 1945
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
• Jika benar Rempang dipersiapkan sebagai pangkalan militer RRC, maka ini adalah panggilan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk bangkit membela kedaulatan NKRI.
3. UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
• Undang-undang ini menegaskan bahwa pertahanan negara adalah tanggung jawab seluruh rakyat, bukan hanya pemerintah. Jika ada ancaman asing, maka rakyat wajib menolaknya.
4. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)
• Pulau Rempang berada di kawasan strategis yang tidak boleh jatuh ke tangan asing karena menyangkut kepentingan maritim nasional.
Kebangkitan Kesadaran: Terlambat, Tapi Tidak Boleh Menyerah
Selama bertahun-tahun, berbagai kebijakan yang dibuat pemerintahan Jokowi terus memperlemah posisi Indonesia di hadapan Beijing.
Investasi China masuk ke berbagai sektor strategis, mulai dari infrastruktur, pertambangan, hingga energi. Kedaulatan ekonomi kita perlahan tergerus, dan kini ancaman terhadap kedaulatan teritorial semakin nyata.
Para tokoh yang dulu mendukung Jokowi, seperti Gunawan Muhammad dan Todung Mulya Lubis, kini mulai menyadari bahaya yang telah mereka ikut ciptakan. Namun, kesadaran ini muncul setelah kebijakan-kebijakan yang merugikan bangsa sudah telanjur berjalan.
Kini, pertanyaannya, apakah rakyat Indonesia akan diam saja?
Bela Negara: Saatnya Bertindak
Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa ini tidak pernah tunduk pada penjajahan. Jika benar Pulau Rempang disiapkan sebagai pangkalan militer dan pusat operasi intelijen RRC, maka ini adalah alarm darurat bagi bangsa Indonesia.
Setiap rakyat Indonesia harus bangkit. Tolak segala bentuk dominasi asing di Indonesia, terutama dari China. Desak DPR dan lembaga negara untuk menyelidiki proyek Pulau Rempang dan dampaknya terhadap kedaulatan negara. Tingkatkan kesadaran Bela Negara di semua lapisan masyarakat. Perkuat kembali pemahaman tentang UUD 1945 asli sebagai dasar perjuangan bangsa. Kesimpulannya, jangan biarkan Indonesia dijajah lagi.
Peringatan Rizal Ramli sebelum wafat bukanlah sekadar teori konspirasi. Apa yang beliau sampaikan kini mulai terlihat kebenarannya. Kita tidak boleh diam.
Jika Indonesia ingin tetap menjadi negara merdeka, berdaulat, dan berdikari, maka rakyat harus berani melawan segala bentuk penjajahan gaya baru. Jangan biarkan Indonesia menjadi koloni Beijing. NKRI harga mati.
[***]